Pilkada DKI Putaran Kedua Akan Lebih Panas
Jika tidak ada kejadian luar biasa dan tanpa mendahului hasil resmi Pilkada DKI dari KPU, maka berdasarkan hasil quick count berbagai lembaga survey, Pilkada DKI Jakarta 2017 akan berlangsung dua putaran. Putaran kedua akan diikuti oleh pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama–Djarot Saiful Hidayat dan pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Hasil hitung cepat dari LSI, Polmark, dan SMRC hampir sama yaitu pasangan nomor 1 tidak lebih dari 20% sementara pasangan nomor 2 lebih dari 40% dan pasangan nomor 3 hampir mendekati 40%. Lembaga survei lain yang melakukan hitung cepat seperti Litbang Kompas juga pada angka yang hampir sama.
Hasil Pilkada DKI ini menarik, mengingat akan menghasilkan putaran kedua yang bisa disebut sebagai Pilkada Pra Pilpres. Pilkada DKI putaran kedua akan menjadi pemanasan atau unjuk kekuatan PDI Perjuangan dan koalisinya serta Partai Gerindra dan koalisinya menuju Pilpres 2019.
PDI Perjuangan yang mengusung Ahok-Djarot dan Partai Gerindra yang mengusung Anies-Sandi akan mengeluarkan kekuatan maksimal dengan berbaga cara untuk keberhasilan di DKI. Kemenangan PDI Perjuangan dan koalisinya akan menjadi modal kuat bagi Joko Widodo, kemenangan Partai Gerindra dan koalisinya akan menjadi modal kuat bagi Prabowo Subianto. Banyak indikasi bahwa Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan maju dalam Pilpres 2019. Hal inilah yang membuat Pilkada DKI menjadi sangat penting dan berdampak secara nasional.
Lebih Panas
Pilkada DKI putaran kedua sesuai jadwal rekapitulasi pemilih antara 5 Maret – 19 April 2017, kampanye kedua 6-19 April 2017, masa tenang 16-18 April 2017, pencoblosan 19 April 2017, rekapitulasi suara 20 April-1 Mei 2017, dan jika tidak ada sengketa yang diajukan ke MK maka penetapan pemenang pada 5 atau 6 Mei 2017.
Situasi pada rangkaian kegiatan Pilkada DKI putaran kedua diperkirakan akan lebih panas. Isu penistaan agama akan terus dimanfaatkan untuk menciptakan perlawanan masyarakat kepada Ahok. Polarisasi kedua kubu akan lebih menguat, dan tentunya ini menjadi suatu kerawanan yang bisa menjadi pintu masuk konflik horizontal.
Partai Demokrat dan koalisinya pengusung Agus Harimurti dan Sylvi, yang sesuai hasil hitung cepat terhenti pada putaran pertama, basis suaranya akan menjadi rebutan bagi pasangan calon no 2 dan 3 pada Pilkada DKI putaran kedua. Partai Demokrat yang dalam koalisi di tingkat pusat menempatkan diri sebagai partai netral, diduga pada pilkada DKI putaran kedua nanti akan mengambil sikap yang sama yaitu tetap netral dan menyerahkan kepada masing-masing kader, pendukung, dan partai koalisi untuk memilih sesuai pilihannya masing-masing.
Partai Gerindra dan PKS sebagai koalisi partai pengusung Anies-Sandi diprediksi akan memanfaatkan situasi kasus penistaan agama yang sedang dialami oleh Ahok untuk merebut partai dan basis masa PAN, PKB, dan PPP. Isu penistaan agama tentu akan dimainkan secara maksimal untuk meraih dukungan dari masyarakat dan partai yang sebelumnya mendukung dan memilih nomor 1.
Basis partai Islam pengusung pasangan calon 1 tentu akan menguntungkan pasangan calon 3 untuk pendekatan dibandingkan pasangan calon 2 yang sedang dilanda masalah penistaan agama. Pasangan calon no 3 tentu akan lebih mudah meraih tambahan suara yang sebelumnya mendukung pasangan 1 dengan memanfaatkan isu agama, dan kasus penistaan agama.
PAN, PKB dan PPP diketahui berkoalisi dengan Partai Demokrat mengusung pasangan calon 1, sementara dalam Pilpres 2014 tercatat bahwa PAN, PKB, dan PPP merupakan koalisi bersama PDI Perjuangan yang mengusung Joko Widodo sebagai Presiden RI. PDI Perjuangan sebagai partai utama yang mengusung pasangan calon no 2 tentu bisa memanfaatkan situasi ini untuk merangkul PAN, PKB, dan PPP bersatu dalam Pilkada DKI Putaran kedua.
Kubu pasangan no 2 masih punya harapan besar untuk menambah partai pengusung dalam koalisi. Komposisi koalisi partai di tingkat pusat yang mendukung pemerintahan seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik oleh PDI Perjuangan untuk merangkul PAN, PKB dan PPP. Kekuatan politik PDI Perjuangan yang saat ini menjadi partai pendukung pemerintah akan mempunyai keuntungan tersendiri dalam bargaining untuk meraih dukungan.
Potensi Konflik dan Pencegahan
Potensi konflik pada pilkada DKI putaran kedua tetap tinggi. Polarisasi kedua kubu yang diduga akan menyerempet isu sara menjadi hal sensitif yang bisa menjadi trigger sebuah konflik. Masing-masing kubu tentu akan berjuang untuk menambah pendukung, berbagai isu akan dimainkan, berbagai cara akan dilakukan. Jika berlebihan, maka hal ini akan memicu konflik horizontal yang merugikan bagi masyarakat dan negara Indonesia.
Untuk mencegah terjadinya konflik yang diakibatkan dinamika politik yang terpolarisasi dan dibumbui dengan isu SARA, maka pemerintah perlu kerja keras bersama masyarakat untuk melakukan pencegahan. Masyarakat perlu disadarkan bahwa Pilkada adalah pesta demokrasi yang penuh kegembiraan, bukan perang untuk menjatuhkan kubu lawan dengan segala cara. Pilkada adalah memilih kepada daerah, maka pertarungan antar kubu sebaiknya dilakukan dengan mengampanyekan program-program terbaik yang akan menjadi andalan masing-masing pasangan calon jika terpilih, bukan dengan menggunakan isu SARA yang rawan menjadi pemicu konflik.
Elit partai harus menunjukkan teladannya kepada masyarakat. Proses politik tidak harus dijalani dengan ketegangan, namun bisa dijalani dengan kegembiraan dan sikap ksatria. Jika elit partai mampu memberikan teladan maka diharapkan masyarakat akan lebih tenang dan harmonis dalam mengikuti pesta demokrasi ini.
Aparat Polri yang dibantu TNI dan perangkat intelijen perlu bekerja lebih keras dan memperpanjang waktu siaganya setelah putaran pertama ini. Deteksi dini dan cegah dini terhadap ancaman harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
Langkah yang diambil Polri untuk tegas terhadap masalah-masalah hukum pada pilkada DKI putaran pertama perlu dilakukan agar tidak membesar serta menjadi efek jera. Dengan tindakan tegas dari penegak hukum maka pihak yang akan melakukan gangguan pada Pilkada DKI putaran kedua akan berpikir ulang. Jika tidak ada tindakan tegas dari Polri terhadap pengganggu Pilkada maka hal tersebut akan berulang kembali.
Harapan
Pilkada DKI 2017 pada putaran pertama berjalan dengan lancar, diluar kejadian-kejadian kecil yang tentu tidak boleh mengurangi apresiasi kepada masyarakat dan aparat keamanan yang telah menjaga Pilkada DKI ini berjalan baik. Pemerintah melalui TNI dan Polri telah bekerja secara profesional dan mampu menciptakan situasi yang baik dan kondusif. KPU dan Bawaslu juga sudah menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanaan Pilkada DKI dengan baik.
Agus-Sylvi yang berada pada urutan terakhir pada hari Rabu (15/2/2007) malam, setelah mengetahui hasil dari hitung cepat, telah menghubungi pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi lewat telepon untuk mengucapkan selamat. Ini adalah bukti kedewasaan berpolitik yang diharapkan oleh masyarakat, siap menang dan siap kalah.
Pilkada DKI adalah salah satu mekanisme demokrasi untuk memilih pemimpin Jakarta lima tahun ke depan. Masih ada proses putaran kedua yang harus dijalan, walaupun diperkirakan lebih panas, namun diharapkan hasil yang diperoleh benar-benar menggambarkan pilihan warga Jakarta.
Semoga Pilkada DKI putaran kedua berjalan dengan lancar dan elegan, tanpa melemahkan kebhinekaan dan persatuan bangsa yang telah lama terjalin. Pilkada seharusnya hanya menghasilkan dua hal, yang menang menjadi pemimpin kepala daerah, yang belum menang menjadi negarawan. Apapun hasil akhir pilkada nanti semoga menggambarkan adigium Vox populi, vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.
*) Stanislaus Riyanta, pengamat intelijen, alumnus Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia