Media Sosial, Menyatukan atau Memisahkan?

Media Sosial, Menyatukan atau Memisahkan?

Para pengguna media sosial akhir-akhir ini tentu merasakan terjadi diskusi dengan tema besar yang terkait dengan kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama. Wajar jika sebuah kasus menjadi pembicaraan publik. di dunia nyata maupun di dunia maya. Namun yang menjadi keprihatinan adalah terjadi pembicaraan publik yang mengarah pada polarisasi perbedaan. Fungsi media sosial yang harus menyatukan banyak orang dalam satu media justru menjadi alat untuk memisahkan orang karena adanya polarisasi, atau terbagi dalam kelompok yang saling berlawanan.

Media sosial yang menfasilitasi adanya grup percakapan yang disatukan oleh unsur tertentu menjadi pecah dan terurai karena adanya perbedaan yang tidak bisa disatukan. Grup percakapan yang dibangun karena berada dalam suatu lingkungan kerja misalnya, karena ada diskusi tentang hal yang sensitif dan tidak mungkin disatukan, maka anggota grup tersebut ada yang keluar. Penyatuan dalam media sosial karena kepentingan pekerjaan/profesi terpisahkan oleh hal lain, hubungan antar pribadi juga menjadi renggang.

Tidak hanya di lingkungan kerja, grup percakapan juga banyak dibangun karena ada kesatuan hobi, profesi, tempat nongkrong, pendidikan, alumni sekolah/universitas dan lain-lain. Sangat disayangkan jika media sosial yang seharusnya menyatukan orang-orang justru malah memisahkan, dan tentu saja kejadian di dunia maya akan melebar ke dunia nyata. Hubungan antar pribadi yang dulu baik, berteman saat sekolah, tiba-tiba menjadi renggang gara-gara sakit hati melihat status di media sosial. Hubungan baik sesama rekan kerja di suatu lembaga menjadi renggang gara-gara perbedaan pendapat yang tertuang dalam status di media sosial.

 

Media sosial merupakan perangkat yang sangat efektif untuk menyebarkan pesan dan pendapat. Terhubungnya orang satu dengan yang lain tanpa batas jarak dan dengan kecepatan tinggi dengan media sosial tentu meningkatkan daya tarik media sosial sebagai alat untuk menunjukkan eksistensi. Pribadi-pribadi tersalurkan hasrat untuk eksis di khalayak umum, kepentingannya untuk didengar, diperhatikan dan dipuji terwadahi dengan media sosial.

Selain untuk kepentingan eksistensi pribadi, media sosial menjadi alat propaganda yang sangat efektif. Propaganda bisa dilakukan oleh perorangan, kelompok, organisasi/lembaga, bahkan oleh institusi negara. Propaganda terdiri dari tiga jenis yaitu propaganda putih yang biasanya mengabarkan hal-hal baik, propaganda abu-abu yang cenderung mengabarkan fakta-fakta yang menyindir atau bisa menyudutkan pihak lain, dan propaganda hitam yang sudah menyerang pihak tertentu. Sebaiknya hindari penggunaan media sosial untuk propaganda abu-abu dan hitam.

Untuk menggunakan media sosial lebih bijaksana, maka dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pembuat pesan dan pendapat, dan dari sisi penerima. Sebaiknya orang membuat pesan dan pendapat terkait hal-hal yang positif, inspiratif, dan bermanfaat bagi orang lain. Pesan sebaiknya dituliskan dalam media yang tepat, jika media sosial tersebut diakses oleh orang yang beragam maka sebaiknya tidak perlu menyampaikan pesan yang dapat menyinggung orang lain. Misalnya jika ada grup percakapan dalam media sosial yang anggotanya tersusun karena bekerja dalam satu perusahaan yang sama, maka tentu tidak etis jika percakapannya mengarah pada perbedaan politik atau agama, yang dimungkinkan adanya perbedaan dalam anggota grup tersebut.

Sebelum menyampaikan pendapat atau pesan dalam media sosial perlu dipikirakan lagi siapa yang akan membaca pesan atau pendapat tersebut? Kira-kira jika pesan dan pendapat tersebut dibaca oleh orang yang bisa mengakses apa dampaknya? Jika dampak yang terjadi adalah sakit hati atau ketersinggungan maka sebaiknya tahan diri untuk tidak menggunggah pesan atau pendapat tersebut. Kita juga bisa membayangkan jika kita berada pada pihak yang berbeda atau berlawanan, kira-kira bagaimana reaksi kita?

Pesan atau pendapat yang akan diunggah dalam media sosial jika itu menyangkut pihak lain maka harus dipikirkan juga dampaknya. Selain dampak perlu diperhatikan apakah pesan atau pendapat tersebut benar? Jika ternyata tidak benar dan menjurus kepada perbuatan fitnah maka siap-siap saja jika pihak lain melakukan tindakan hukum. Pesan dan pendapat yang benar atau sesuai fakta saja masih bisa membuat pihak lain dirugikan dan tidak nyaman apalagi jika pesan atau pendapat tersebut tidak benar.

Pesan dan pendapat dari pihak lain sebelum kita teruskan ke orang lain sebaiknya dicermati lagi. Perlu dipastikan lagi apakah sumber pembuat pesan atau pendapat tersebut dapat dipercaya, apakah pesan dan pendapat tersebut dapat dipastikan kebenarannya? Jika ternyata sumber dan kebenaran sebuat pesan atau pendapat diragukan maka tahan diri untuk tidak melakukan penerusan pesan atau pendapat. Kepuasan sebagai orang yang pertama meneruskan suatu pesan atau pendapat sebaiknya ditahan untuk menjaga hubungan baik dengan pihak lain.

Penggunaan media sosial dilihat dari penerima/pembaca pesan dan pendapat dari pihak lain perlu memperhatikan latar belakang pembuat pesan atau pendapat. Risiko mempunyai media sosial dengan orang banyak adalah harus siap dengan perbedaan. Jika ada orang membuat pesan atau pendapat yang berbeda dengan apa yang kita pikirkan harus disikapi dengan bijaksana. Kesabaran dan pemikiran yang panjang menjadi modal dalam berinteraksi dalam media sosial.

Pesan dan pendapat yang merupakan terusan dari pihak lain sebaiknya dicerna lagi sebelum langsung melakukan penghakiman kepada penerus pesan dan pendapat. Penerima/pembaca pesan dan pendapat harus menyadari bahwa kecepatan penerusan pesan yang melebih daya untuk klarifikasi dan validasi membuat banyak orang cenderung latah untuk meneruskan pesan/pendapat. Kecepatan dan kepuasan emosianal mengalahkan kewajiban untuk menjaga hubungan baik dan perasaan orang lain.

Kelompok atau komunitas  yang tersusun dari banyak orang tentu saja menjadi wajar jika ada perbedaan pendapat. Pendapat kaum pria mungkin saja bisa berbeda dengan pendapat kaum wanita. Pandangan kaum tua bisa jadi berbeda dengan pandangan generasi muda. Pendapat orang dengan keyakinan A bisa berbeda dengan orang yang berkayikan B. Perbedaan pendapat dalam satu hal wajar jika orang-orang tersebut mempunyai latar belakang yang berbeda. Unsur yang membuat perbedaan bisa bermacam-macam seperti pendidikan, lingkungan, pengetahuan, bahkan agama yang berbeda bisa menjadikan orang berpendapat berbeda.

Perbedaan dalam melihat suatu hal harus disikapi dengan bijaksana. Sebagai negara yang menjung adanya perbedaan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, maka perbedaan harus dilihat sebagai kekayaan. Jika perbedaan dianggap sebagai alat pemisah maka ancaman besar terkait persatuan dan kesatuan bangsa sudah di depan mata. Fungsi media sosial adalah menyatukan, bukan memisahkan. Jika penggunaan media sosial justru membuat perpecahan dan keributan maka jangan disalahkan jika pihak yang berwenang melakukan pengawasan penggunaan media sosial secara ketat.

stanislaus-riyanta-foto*) Stanislaus Riyanta, alumnus Program Pascasarjana S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, tinggal di Jakarta.

 

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent