Menyongsong Pemilukada Damai 2017
Pemilukada merupakan momentum penting, mengingat ini adalah “PestaDemokrasi“ bagi rakyat untuk menentukan sosok pemimpin yang nantinya mengelola serta mengembagkan daerah. Berdasarkan historinya, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tetapi sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Diberlakukannya Pemilukada di Indonesia merupakan implementasi dari semangat desentralisasi, mengingat pemilihan dilakukan secara langsung oleh rakyat sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara, dalam memilih kepala daerah. Selain semangat tersebut, sejumlah argumentasi dan asumsi juga memperkuat pentingnya Pilkada bagi kehidupan demokrasi suatu bangsa yakni, dengan Pilkada dimungkinkan untuk mendapatkan kepala daerah yang memiliki kualitas dan akuntabilitas, menciptakan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan di tingkat lokal, membuka peluang untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional.
Beragam persoalan potensi kerawanan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilukada, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keinginan bersama membangun demokrasi ke-Indonesiaan. Bangsa Indonesia mempunyai pengalaman yang dapat dikatakan sukses serta mendapatkan apresiasi dari berbagai Negara maju di dunia dalam menyelenggarakan Pemilu legislatif, Pilpres dan Pemilukada, yang menghasilkan kepala daerah popular maupun sukses mendapat simpati dari rakyat, kini Indonesia di hadapkan pada tantangan menyelenggarakan Pemilukada serentak. Pada 9 Desember 2015, Pemilukada telah berhasil dilaksanakan dengan berbagai catatan, kini menjelang Pemilukada serentak tahap kedua pada 15 Februari tahun 2017 dan tahap ketiga pada tahun 2018, memiliki tantangan yang tidak ringan.
Dalam Pilkada 2017 terdapat beberapa daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada 2017, terdiri atas 7 Provinsi meliputi, Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat, 76 Kabubaten, dan 18 Kota. Provinsi Aceh merupakan daerah yang akan paling banyak menggelar Pilkada pada 2017, yakni satu pemilihan gubernur dan 20 pemilihan Bupati serta Walikota. Berdasarkan pernyataan Muhammad (Ketua Bawaslu) dinyatakan bahwa daerah Papua Barat, Aceh, Banten, DKI Jakarta merupakandaerah yang memiliki kerawanan cukup tinggi.
Tantangan Pemilukada
Pada hakikatnya Pemilukada merupakan suatu terobosan untuk mendukung pemerintahan yang transparan dan efektif, namun pada implementasinya masih ditemukan beberapa problematika saat pelaksanaannya antara lain, isu perpecahan internal Parpol, money politic, black campaign, kecurangan dalam bentuk penggelembungan suara, dan disintegrasi sosial. Hal ini terjadi karena maraknya politik praktis yang dilakukan Parpol, sehingga memunculkan kendala-kendala tersebut untuk mewujudkan kepentingannya atau kemenangan dalam Pemilukada. Tidak jarang Paslon yang mengalami ketidakpuasan menggalang pendukungnya atau massa secara massif untuk menuntut hasil rekapitulasi dengan dasar masalah DPT ataupun beberapa masalah kecurangan lainnya, sehingga perlunya upaya dari masyarakat sendiri untuk menolak berbagai aktivitas penggalangan untuk kepentingan politik.
Terkait dengan proses Pemilukada, kendala tersebut menjadi tantangan yang harus diawasi bersama karena tidak jarang masalah ini berkembang menjadi konflik Pemilukada yang berkepanjangan, diiringi aksi massa antara pendukung Paslon, yang sebetulnya sangat tidak mewakili nilai-nilai demokrasi. Dalam hal ini perlunya kita masyarakat Indoensia mencatat betapa pentingnya mengupayakan serta mewujudkan Pemilukada damai, mengingat Pemilukada bukanlah ajang pertarungan bagi “kalah-menang” tetapi ini momentum masyarakat untuk berpartisipasi secara penuh dalam memilih Kepala Daerah.
Selain kendala tersebut, saat ini telah berkembang isu SARA dalam Pilgub 2017 DKI Jakarta, hal ini seharusnya tidak perlu terjadi karena sebagai masyarakat kita harus bersikap netral dan memaknai segala sesuatunya dengan tenang, mengingat banyaknya kelompok lain yang justru menciptakan ketidakkondusifan dalam “Pesta Demokrasi” ini. Sebagai masyarakat yang perlu kita fokuskan adalah memilih pemimpin yang mampu mengemban amanat dalam membangun daerah, mari kita lupakan berbagai perbedaan, memberantas berbagai tindak kecurangan serta mendukung penyelenggaran Pemilukada, yakni KPU dan Bawaslu, melalui partisipasi aktif melaporkan tindakan penyimpangan dalam tahapan Pilkada.
Kita “Masyarakat Indonesia” adalah satu banga dan negara tidak ada perbedaan antara kita, semua memiliki kedudukan yang sama, memiliki tujuan yang sama, maka sudah sehrusnya kita tidak terlibat dalam berbagai upaya yang bersifat memarginalkan suatu kelompok untuk kepentingan politik atau kepentingan kelompok kontra yang dinilai tidak mencerminkan “Nasionalisme”.
*) Almira Fadillah dan Paramitha Prameswari, Mahasiswa Pascasarjana