Serangan Teroris Terhadap Polisi

Serangan Teroris Terhadap Polisi
muslim militants

Dalam satu tahun ini tercatat sudah tiga kali anggota polisi yang bertugas mendapat serangan secara langsung dari teroris. Pada awal tahun ini teroris melakukan serangan dan rangkaian teror di Thamrin, Jakarta. Para pelaku  tewas karena ditembak dan bunuh diri. Peristiwa kedua terjadi di Mapolresta Surakarta, pelaku tunggal membawa bom bunuh diri dan meledakkan diri di halaman Mapolresta Surakarta. Pelaku tewas dan melukai seorang petugas polri yang mencegah pelaku. Peristiwa terakhir terjadi 20/10/2016, pelaku tunggal menyerang polisi dan melukai seorang perwira polisi, Kapolsek Tangerang dan beberapa anggota lainnya.

Serangan dari kelompok teroris terhadap polisi patut dicermati dan diwaspadai. Polisi dianggap sebagai musuh oleh kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS. Dari hasil penyelidikan oleh Polri, pelaku bom Thamrin, dan pelaku bom Solo berkaitan erat dengan WNI yang menjadi simpatisan ISIS di Suriah. Pelaku di Tangerang diketahui pernah berbaiat kepada ISIS.

Terdesaknya ISIS di Timur Tengah terutama setelah pasukan multinasional gencar melakukan serangan di Mosul, membuat ISIS semakin tercerai berai. Ratusan WNI diketahui pernah menuju Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Kepala BNPT, Komjen Suhardi Alius, dikutip dari KOMPAS (19/10/2016) menyebutkan bahwa dari sekitar 500 WNI yang bergabung dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) / ISIS di Suriah sejak 2014, sekitar 320 orang telah kembali ke Tanah Air yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Dari data tersebut implikasinya adalah terdapat sekitar 180 WNI yang belum kembali ke Indonesia dari Suriah. Diduga dari 180 WNI tersebut adalah para kombatan yang masih bergabung dengan pasukan ISIS atau kombatan yang tidak mungkin kembali lagi karena tewas.

ISIS yang semakin terdesak dan pada posisi jurang kehancuran akan membuat sekitar 180 orang (jika dianggap semua masih hidup) dari Indonesia ini berada pada dua pilihan, tetap bergabung dengan ISIS hingga titik darah penghabisan, atau kembali ke Indonesia. Jika diambil angka kasar 90 orang bertahan bersama ISIS dan 90 orang kembali ke Indonesia, maka Indonesia akan mempunyai ancaman yang cukup siginifikan. Para kombatan yang kembali dari ISIS tersebut sudah mempunyai kemempuan bertempur dan mempunyai jaringan global. Simpatisan ISIS dengan kemampuan tempur tersebut jika kembali ke Indonesia akan membangun sel-sel yang akan menjadi kelompok berbahaya. Jumlah 90 orang bukanlah sedikit, mereka masing-masing bisa menggalang dan merekrut anggota untuk menjadi kelompok radikal.

Polri harus semakin waspada dan memperkuat keamanan bagi anggota yang bertugas. Titik-titik rawan seperti pos polisi, asrama, dan petugas-petugas yang bekerja pada malam hari di daerah tertentu harus siap siaga menghadapi ancaman serangan dari teroris yang berafiliasi dengan ISIS. Tiga kali peristiwa dalam satu tahun tidak perlu ditambah lagi.

Negara perlu bekerja sama dan bersatu padu melawan terorisme. Arus balik WNI simpatisan ISIS dari Suriah harus dikendalikan dan ditangani supaya mereka tidak menjadi sel-sel baru yang merepotkan negara. Bagaimanapun simpatisan ISIS adalah pelanggar hukum, dan hukum harus ditegakkan.

(jurnalintelijen/editor)

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent