Kekalahan ISIS di Timur Tengah dan Ancaman Terorisme di Indonesia
Mosul. kota yang menjadi pusat pertahanan kelompok radikal ISIS, mulai direbut oleh pasukan Irak. Duapuluh desa di pinggiran kota Mosul sudah berhasil dikuasi oleh pasukan Irak. Sebelumnya kota Dabiq, salah satu kota penting bagi ISIS direbut oleh pasukan pembebasan Suriah yang didukung oleh pihak militer Turki. Lepasnya kota Mosul dan Dabiq dari kelompok ISIS adalah tanda kekalahan ISIS.
Bersatunya kekuatan internasional terutama rekonsiliasi antara Rusia dan Turki membuat serangan dan perlawanan terhadap ISIS semakin masif. Daya tarik ISIS semakin menurun, simpatisan pun mulai meninggalkan medan perang ISIS. Aksi-aksi teror ISIS di berbagai negara menunjukkan ISIS di Irak dan Suriah sudah tercerai berai.
Kuatnya Turki memproteksi masuknya simpatisan ISIS berdampak signifikan untuk mengurangi kekuatan ISIS. Kelompok-kelompok radikal di berbagai negara yang bersimpati dan berafiliasi dengan ISIS mulai kesulitan untuk bergabung dengan kekuatan ISIS di Irak dan Suriah. ISIS benar-benar terjepit, serangan begitu masif, dan bantuan kekuatan dihambat. Hancurnya kelompok ISIS tinggal menunggu waktu.
Melemahnya dan arah hancurnya ISIS akan berdampak pada peta radikalisme dan terorisme di Indonesia. ISIS sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia, namun narasi-narasi radikal yang mengarah pada afiliasi dan simpati kepada ISIS masih beredar dengan mudah di dunia maya. Kelompok-kelompok radikal yang bersimpati ISIS di Indonesia terus ditekan oleh pemerintah, salah satunya yang sudah pada titik habis adalah MIT, namun perlu dicatat bahwa kelompok radikal bisa ditumpas namun pemikiran radikal tetap bertahan pada pengikutnya. Pemikiran ini yang akan terus berkembang dalam sel-sel kecil yang kemudian akan berkembang lagi sesuai momentum yang ada.
Kepala BNPT, Komjen Suhardi Alius, dikutip dari KOMPAS (19/10/2016) menyebutkan bahwa dari sekitar 500 WNI yang bergabung dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) / ISIS di Suriah sejak 2014, sekitar 320 orang telah kembali ke Tanah Air yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Dari data tersebut implikasinya adalah terdapat sekitar 180 WNI yang belum kembali ke Indonesia dari Suriah. Diduga dari 180 WNI tersebut adalah para kombatan yang masih bergabung dengan pasukan ISIS atau kombatan yang tidak mungkin kembali lagi karena tewas.
ISIS yang semakin terdesak dan pada posisi jurang kehancuran akan membuat sekitar 180 orang (jika dianggap semua masih hidup) dari Indonesia ini berada pada dua pilihan, tetap bergabung dengan ISIS hingga titik darah penghabisan, atau kembali ke Indonesia. Jika diambil angka kasar 90 orang bertahan bersama ISIS dan 90 orang kembali ke Indonesia, maka Indonesia akan mempunyai ancaman yang cukup siginifikan. Para kombatan yang kembali dari ISIS tersebut sudah mempunyai kemempuan bertempur dan mempunyai jaringan global. Simpatisan ISIS dengan kemampuan tempur tersebut jika kembali ke Indonesia akan membangun sel-sel yang akan menjadi kelompok berbahaya. Jumlah 90 orang bukanlah sedikit, mereka masing-masing bisa menggalang dan merekrut anggota untuk menjadi kelompok radikal.
POLRI menyatakan bahwa terdapat 1.242 simpatisan ISIS di Indonesia (KOMPAS, 19/10/2016). Ribuan orang ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi sebuah organisasi militan, apalagi jika dikelola oleh simpatisan ISIS yang pernah menjadi kombatan ISIS di Irak dan Suriah. Kekalahan ISIS di Irak dan Suriah adalah awal dari ancaman serius bagi Indonesia.
Pemerintah melalui BNPT, Polri dan BIN perlu memetakan WNI yang kembali dari Irak dan Suriah. Secara hukum mereka telah membantu kelompok radikal yang menjadi musuh negara-negara sahabat. ISIS juga telah ditetapkan menjadi organisasi terlarang di Indonesia. Tindakan hukum bagi simpatisan ISIS perlu dilakukan secara tegas untuk menunjukkan sikap pemerintah.
Tindakan hukum dari pemerintah perlu dilakukan secara tegas sesuai kadar radikalnya. Perlu dilakukan klasifikasi tingkat radikal sehingga dapat diketahui mana yang bisa dikembalikan ke masyarakat dan diawasi, direhabilitasi, atau dibatasi (ditahan) supaya tidak membahayakan masyarakat umum. Siapapun dan apapun kondisinya, WNI simpatisan dan kombatan ISIS yang kembali dari Irak dan Suriah wajib ditangani secara serius oleh pemerintah. Jangan sampai mereka lolos dan seolah-olah tidak ada tindakan apapun lalu hidup kembali di masyarakat.
Profil para kombatan dan simpatisan ISIS yang kembali ke Indonesia perlu dipelajari secara detail. Data-data jaringan, arus keuangan dan komunikasi mereka perlu diamati supaya tidak membangun sel dan kelompok baru Indonesia. Pengamatan atas jaringan, keuangan dan komunikasi perlu dilakukan secara terus menerut terhadap simpatisan ISIS untuk mencegah aksi-aksi teror di Indonesia. WNI simpatisan dan mantan kombatan ISIS adalah ancaman besar bagi potensi terjadinya terorisme di Indonesia.
Masyarakat secara umum perlu disiapkan untuk melawan propaganda radikal jika ada simpatisan dan kombatan ISIS yang tinggal di sekitar mereka. Kontra propaganda tidak bisa hanya dilakukan secara kelembagaan. Masyarakat, organisasi/lembaga sosial keagamaan, dan unsur lain seperti lembaga pendidikan sebaiknya diajak bersinergi oleh pemerintah untuk melawan propaganda radikalisme sejak dini dari lingkungan yang paling kecil.
Indonesia sebagai negara yang menghargai keragaman tidak boleh terancam oleh kelompok radikal yang memaksakan kehendaknya. Ancaman kelompok radikal tersebut tidak akan terjadi jika kerentanan yang dimiliki oleh Indonesia seperti sikap intoleran, kepentingan kelompok dan golongan, banyaknya jalur-jalur tikus di perbatasan, termasuk masalah dasar kemiskinan dan rendahnya pendidikan, dapat diatasi. Kerentanan-kerentanan tersebut akan dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menjalankan aksinya.
Sikap tegas pemerintah terhadap WNI simpatisan dan kombatan ISIS yang kembali dari Irak dan Suriah akan menjadi kunci pembuka melawan ancaman terorisme dari kelompok radikal.
*) Stanislaus Riyanta, analis intelijen dan terorisme, alumnus Program Pascasarjana S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia.