Rakyat Berhak Memilih

Rakyat Berhak Memilih

Indonesia, negara yang menganut sistem demokrasi yang sudah mengakar di benak rakyat Indonesia, bahkan jauh ketika masih berbentuk kerajaan-kerajaan di Nusantara. Kemudian, Indonesia memroklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia juga masih menjunjung tinggi demokrasi. Kemajuan demokrasi ditandai ketika rakyat diberikan hak untuk memilih langsung Presiden pada 5 Juli 2004. Rakyat diberi penghormatan yang tinggi, diberi kekuasaan untuk menentukan pilihannya sendiri, diberi tanggungjawab yang besar, dan telah dimanusiakan. Rakyat telah didudukkan pada tempat seharusnya ia duduk, dalam sebuah negeri yang mengaku menganut paham demokrasi.

Kemajuan demokrasi ini juga ditandai dengan lahirnya pemipin-pemimpin baru yang fokus menyejahterakan rakyat, yang selama ini belum tampil karena terhalang adanya “transaksi politik”. Rakyat kini mulai cerdas untuk memilih siapa yang dapat diandalkan menjadi pemimpin, membawa perubahan, dan menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, peluang lahirnya pemimpin-pemimpin baru ini dihalangi oleh segelintir orang yang selama ini merasa menikmati kedudukan dan posisi dan menjadi “gerah” karena pemimpin-pemimpin baru, membawa perubahan yang begitu cepat.

Berbagai isu dilontarkan oleh segelintir orang tersebut untuk mengubah pandangan rakyat, salah satu celah yang digunakan adalah isu mayoritas dan minoritas. Selain itu, melalu jalur politik, dilakukan upaya peningkatan persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah, dengan mengusulkan peningkatan syarat jumlah dukungan bagi calon independen hingga 20 persen. Padahal, Mahkamah Kosntitusi (MK) pernah mengetok putusan meringankan syarat bagi calon independen atau perseorang dengan mengumpulkan dukungan 6,5 hingga 10 persen jumlah pemilih tetap. Kemungkinan bisa terjadi karena adanya ketakutan politisi lama terhadap calon-calon baru yang memiliki tingkat elektabilitas tinggi karena rakyat menilai mampu bekerja lebih baik.

Bukankah dengan lahirnya calon-calon pemimpin baru akan lebih baik sehingga rakyat bisa memilih wajah-wajah baru, yang dekat dengan rakyat, yang mereka kenali dengan baik, sehingga akan terpilih siapa yang tepat menjadi kepala daerah. Kemunculan calon-calon pemimpin baru juga menjadi salah satu penyegaran dalam dunia politik di Indonesia karena selama ini dunia politik didominasi wajah-wajah lama yang tidak membawa perubahan yang begitu berarti. Di beberapa provinsi/kabupaten/kota ada gubernur/bupati/walikota yang tidak didukung oleh politik (DPRD) tetapi mendapat dukungan mayoritas masyarakat.

Upaya pengganjalan calon tertentu, mulai terlihat menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2017, khususnya di DKI Jakarta. Berbagai upaya dilakukan oleh segelintir orang untuk menjegal langkah calon tertentu. Isu minoritas dan mayoritas digunakan sebagai “senjata” yang paling ampuh. Kemunculan calon Gubernur DKI Jakarta baik melalui jalur apapun, sudah seharusnya tidak dihalangi. Keterlibatan rakyat dalam memilih langsung calon kepala daerah dinilai lebih baik karena masyarakat dapat memilih yang mereka kenali dan orang yang terpilih nantinya dapat berinteraksi langsung untuk mengetahui apa yang menjadi keinginan masyarakat. Salah satu yang menjadi poin utama untuk keberhasilan menjadi Gubernur di DKI Jakarta maupun daerah lainnya adalah program kerja.

Rakyat sebagai pemegang atas saham mayoritas bangsa ini, menjadi penentu keberlanjutan pembangunan, bukan sekelompok kalangan, baik penguasa maupun para pengamat dan insan pers. Oleh karena itu, pada calon Gubernur DKI jakarta perlu memastikan diri telah memersiapkan program sebaik-baiknya, memiliki visi dan solusi untuk memperbaiki persoalan di Jakarta. Hal tersebut juga perlu menjadi perhatian serius dari para tim sukses calon Gubernur. Mereka harus mampu menahan diri untuk tidak saling memprovokasi, menghujat, dan bentuk pelanggaran lainnya. Para timses dan calon Gubernur diharapkan tetap memerhatikan segala ketentuan, serta harus memiliki jiwa kompetensi siap menang dan siap kalah.

Penyegaran kompetisi politik secara fair perlu dilakukan untuk kepentingan rakyat. Biarkan rakyat yang memiliki kedaulatan untuk memilih pemimpin mereka, yang diyakini dapat melanjutkan pembangunan. Tidak perlu ada upaya penggiringan opini tertentu karena rakyat sudah pandai untuk memberikan penilaian sendiri, apalagi edukasi rakyat Jakarta yang jauh lebih baik dibandingkan daerah lain di Indonesia. Peluang untuk memilih Gubernur DKI Jakarta perlu digunakan dengan baik untuk memperbaiki wajah DKI Jakarta sebagai representasi Indonesia. Para politisi harus memberikan contoh kedewasaan berpolitik kepada rakyat dengan menghindari pelanggaran dan kecurangan, serta membiarkan rakyat menggunakan hak pilihnya dalam suasana yang jujur, adil, aman, dan damai. Kepada para Calon Gubernur kita berikan peluang untuk mengkampanyekan dirinya, rakyat yang sudah cerdas yang akan memilih, hormati pilihan mereka.

*) I Nurdin, Mahasiswa Pascasrjana STIMA IMMI Jakarta

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent