Siapa Yang Tepat Menjadi Kepala BIN ?

Siapa Yang Tepat Menjadi Kepala BIN ?

Pasca pergantian Kapolri dari Jendral Pol Badrodin Haiti menjadi Jendral Pol Drs M Tito Karnavian MA PhD, isu pergantian Kepala BIN mulai memanas. Berbagai rumor mengatakan bahwa Komjen Budi Gunawan akan menduduki jabatan Kepala BIN mengganti Sutiyoso sebagai salah satu kompromi politik.

Melihat fungsi BIN yang sangat strategis sebagai lembaga yang melakukan deteksi dini dan memberikan peringatan dini atas potensi ancaman yang tejadi terhadap negara, siapakah yang paling tepat untuk memegang tanggung jawab sebagai Kepala BIN?

BIN adalah lembaga negara yang mempunyai tugas pokok di bidang intelijen. Berkaitan dengan tugas pokok di bidang intelijen tersebut maka BIN mempunyai sifat dan kekhususan dalam menjalankan tugasnya. BIN bekerja dengan cara-cara khusus untuk menghasilkan informasi yang telah dianalisis (intelijen) dan diserahkan kepada user (Presiden) sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan. Fungsi BIN jelas sangat strategis.

Terkait dengan ancaman-ancaman terhadap negara seperti terorisme, narkotika, dan kejahatan trans nasional lainnya yang semakin kompleks, peran BIN sangat dibutuhkan dan penting. Ancaman-ancaman yang bersifat asimetris, yang tidak bisa ditebak arah dan bentuknya, jika tidak dikelola dengan baik oleh lembaga yang kompeten akan menjadi masalah besar bagi negara ini. Wajar jika banyak pihak ikut mengritisi jika terjadi pergantian pejabat Kepala BIN.

Meskipun memilih Kepala BIN adalah hak prerogatif dari presiden, namun presiden perlu memperoleh informasi dan masukan dari banyak pihak. Melihat gaya kepemimpinan Joko Widodo sebagai presiden, memang sangat sulit ditebak siapa yang akan dipilih oleh Joko Widodo menjadi pengganti Sutiyoso, Kepala BIN saat ini.

Joko Widodo cenderung dalam mengambil keputusan berada di luar pemikiran orang pada umumnya. Usulan M Tito Karnavian sebagai Kapolri misalnya, mungkin banyak pihak menganggap bahwa memilih M Tito Karnavian sebagai Kapolri saat ini adalah terlalu cepat. Tapi bagi Joko Widodo memilih Tito adalah pilihan tepat dan aman secara politis. Reformasi Polri perlu dijalankan secara komprehensif dan hal tersebut memerlukan waktu yang tidak sebentar, memilih Tito dianggap tepat jika dihubungkan dengan tugas reformasi Polri.

Siapapun yang dipilih oleh Joko Widodo sebagai Kepala BIN, itu adalah hak Joko Widodo. Pengguna utama dari BIN adalah Presiden, dan BIN tentu saja bertanggung jawab kepada Presiden, wajar jika Presiden memilih orang yang dipercaya sebagai pemimpin lembaga telik sandi ini.

Secara umum khalayak ramai tidak akan berpolemik jika yang dipilih oleh presiden sebagai Kepala BIN adalah orang yang mempunyai kompetensi di bidang intelijen. Tentu saja kompetensi tersebut dibuktikan juga dengan pengalaman.

Banyak nama yang beredar menjadi pembicaraan terkait calon Kepala BIN. Yang sering muncul tentu saja Budi Gunawan, yang sekarang menjabat Wakil Kapolri. Jika melihat rekam jejak dan pengalaman Budi Gunawan di Kepolisian maka wajar jika muncul pertanyaan apakah Budi Gunawan mempunyai kompetensi untuk menjabat sebagai Kepala BIN. Jika memang ada kompetensi di bidang intelijen tinggal ditunjukkan saja, namun jika ternyata kompetensi tersebut masih belum terlihat maka pertanyaan lanjutan tentu akan muncul.

Saat ini memang sangat sulit untuk mencari pemimpin lembaga intelijen yang tidak berpolitik, kompeten, dan loyal kepada presiden, misal seperti Benny Moerdani, tokoh intelijen pada era orde baru yang sangat disegani di dalam dan luar negeri. Loyalitas intelijen sangat diperlukan karena orang yang berada di lembaga intelijen adalah orang yang memegang rahasia. Rahasia ini bisa dimanfaatkan untuk segala kepentingan.

Jika loyalitas kepada user (presiden) luntur maka akan menjadi ancaman yang cukup serius. Mengingat sifat dan fungsinya maka sebaiknya Kepala BIN harus dipilih dari orang yang bukan dari partai politik atau afiliasi politik.

BIN tentu saja mempunyai kader-kader pemimpin yang sudah teruji kompetensi dan pengalamannya. Figur seperti Asad Said Ali yang pernah menjadi Wakil Kepala BIN selama 9 tahun misalnya. Sebagai seorang sipil (bukan TNI dan bukan Polri) namun bisa mencapai jabatan wakil kepala BIN tentu bukan hal yang mudah. Komptensi dan pengalaman Asad Said Ali di bidang intelijen tidak perlu diragukan lagi.

Joko Widodo juga patut melihat potensi dari Soleman B Ponto, purnawirawan TNI-AL yang pernah memimpin lembaga intelijen militer BAIS. Soleman B  Ponto yang mempunyai pengalaman lama di bidang intelijen, akan sangat tepat dipilih sebagai Kepala BIN. Karir militer di Angkatan Laut tentu juga akan mendukung intelijen maritim yang sangat diperlukan oleh Indonesia saat ini terutama terkait ancaman-ancaman dari negara/pihak lain di wilayah kelautan Indonesia. Nilai positif yang lain adalah Soleman B Ponto cenderung netral dan tidak berpolitik.

Akhirnya semua kembali kepada hak prerogatif Presiden untuk memilih siapa yang tepat menjadi Kepala BIN. Presiden harus memilih orang yang dipercaya dan mampu menjaga loyalitas. Presiden juga harus memilih orang yang kompeten dan berpengalaman di bidang intelijen untuk menjadi Kepala BIN.

Ancaman-ancaman yang akan muncul terhadap negara akan semakin kompleks, dan tentu harus bisa dideteksi dini oleh lembaga intelijen. Dengan deteksi dini dan peringatan dini yang tepat, Presiden bisa mengambil keputusan yang tepat untuk mencegah ancaman tersebut terjadi di Indonesia, dan tentu saja untuk itu diperlukan Kepala BIN yang tepat.

Selamat memilih Kepala BIN, Pak Jokowi!

*) Stanislaus Riyanta, analis dan editor jurnalintelijen.net, menempuh studi S2 Kajian Stratejik Intelijen di Universitas Indonesia.

 

 

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent