Waspada! Aksi Teror di Perancis Menjadi Model di Indonesia

Waspada!  Aksi Teror di Perancis Menjadi Model di Indonesia

Perancis kembali berduka. Sebuah truk menabrak kerumunan orang di Promenade des Anglais, Nice, Kamis (14/7/2016) malam waktu setempat. Korban tewas tercatat 70 orang lebih dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit dalam kondisi kritis. Hasil temuan pejabat setempat menyebutkan bahwa di dalam truk tersebut terdapat banyak senjata api. Dapat dipastikan bahwa aksi ini adalah bentuk teror.

Perancis menjadi langganan sasaran teror. Sebelumnya pada tanggal 13 Nobember 2015 serangan teroris yang sangat terencana terjadi di Paris dengan model serangan bersenjata dan tiga aksi bunuh diri. Korban tercatat 129 orang tewas dan ratusan lainnya luka. Tanggal 14 November 2015, kelompok radikal ISIS mengaku bertanggun jawab atas aksi teror 13 November 2015 ini. Perancis diserang karena dianggap terlibat dalam perang saudara Suriah dan Irak.

Aksi teror yang terjadi Kamis 14 Juli 2016 masih belum siapa pelaku dan motifnya. Namun dengan melihat model kejadiannya, pelaku sudah menyiapkan dengan matang. Aksi brutal ini patut dicermati lebih lanjut terkait jejaring pelaku dan motifnya mengingat aksi-aksi teror biasanya akan menjadi model di daerah lain.

Teror di Perancis Sebagai Model

Serangan bom Thamrin 14 Januari 2016 diperkirakan mengadopsi aksi teror di Paris 13 November 2015. Gaya teror di Indonesia yang biasanya menggunakan bom bunuh diri berubah menjadi aksi serangan bersenjata. Walaupun serangan pada aksi teror di Thamrin relatif kecil dengan menggunakan pistol rakitan dan bom dengan daya ledak rendah, namun sudah ada perubahan model aksi teror.

Aksi teror di Parus 13 Novembet 2015 diakui sebagai aksi ISIS. Demikian pula aksi teror Thamrin 14 Januari 2016 adalah bagian dari aksi ISIS yang dipandu oleh Bahrun Naim di Suriah yang berasal dari Indonesia. Serangan teror lanjutan yang terjadi di Mapolresta Surakarta yang dilakukan oleh Nur Rohman pada tanggal 5 Juli 2016 diindikasikan juga bagian dari aksi kelompok simpatisan ISIS mengingat ada indikasi jaringan Nur Ruhman dan Bahrun Naim di Suriah,

Aksi teror di Indonesia kemungkinan akan kesulitan jika menggunakan model serangan bersenjata. Hal ini dikarenakan pengawasan senjata api di Indonesia yang cukup ketat. Aksi teror dengan serangan langsung seperti di Paris pada tanggal 13 November 2015 akan diadopsi bentuknya namun dengan kekuatan dan peralatan yang berbeda. Pengawasan senjata api yang cukup ketat di Indonesia sangat signifikan mengurangi dan mencegah aksi teror, Terbukti dari berbagai teror yang terjadi peralatan yang digunakan adalah senjata dan bom rakitan.

Teror Tanpa Senjata Api dan Bom

Aksi teror terbaru di Perancis dengan menggunakan sarana kendaraan yang menabrak kerumunan, dilihat dari keberhasilan aksi teror, cukup sukses. Dengan korban tewas lebih dari 70 orang dan puluhan lainnya kritis, cukup siginifikan untuk sebuah aksi teror. Aksi ini juga lebih murah dan cenderung lebih aman karena akan sulit untuk dideteksi. Murah karena peralatan yang digunakan dijual bebas, dan cukup aman karena peralatan yang digunakan bukan suatu larangan. Sasaran teror juga cukup mudah dicari seperti kerumunan orang.

Apakah kira-kira model teror dengan menggunakan kendaraan tersebut dapat terjadi di Indonesia? Tentu sangat mungkin terjadi. Teror terjadi karena ada keinginan, dorongan, kemampuan dan sumber daya. Selain itu teror akan terjadi jika sasaran teror mempunyai daya tarik dan sistem pengamanannya dapat ditembus. Pelaku teror tentu saja menginginkan dampak yang sebesar-besarnya dengan modal dan risiko yang sekecil-kecilnya. Walaupun untuk kelompok teror karena kepentingan ideologi, risiko mati (bunuh diri) juga akan ditempuh.

Keinginan dan dorongan kelompok radikal untuk melakukan teror di Indonesia masih cukup tinggi. Terdesaknya kelompok ISIS di Suriah dan kelompok simnpatisan ISIS di Indonesia di Poso membuat organisasi radikal terurai. ISIS tetap ingin menunjukkan eksistensinya. Hal ini diwujudkan dengan melakukan aksi-aski teror di wilayah selain Suriah, dan untuk kelompok di Indonesia selain di Poso yang selama ini menjadi daerah latihan dan persembunyian. Terurainya kelonpok radikal ini membuat para simpatisan bisa bergerak dalam kelompok kecil bahkan perorangan.

Dorongan dari juru bicara ISIS Abu Muhamad Al Adnani  kepada simpatisannya untuk melakukan aksi pada bulan ramadhan termasuk menjadi pendorong simpatisan untuk melakukan teror. Kepentingan untuk dianggap berjasa dan menunjukkan peran dan pengaruh mendorong simpatisan kelompok radikal melakukan aksi yang bisa terdengar oleh petinggi ISIS di Suriah.

Kelompok radikal yang berada di Indonesia mempunyai kemampuan untuk melakuakn teror. Kemampuan ini juga ditunjang dengan sumber daya dukungan keuangan dari donatur yang diduga dari kelompok ISIS di Suriah. Kemampuan kelompok radikal untuk melakukan teror tidak hanya didapat dari pelatihan internal mereka namun dapat juga terasah secara mandiri melalui tutorial di internet yang semakin bebas diperoleh.

Dengan adanya model teror baru di Perancis yang lebih murah dan aman, serta melihat dari keinginan, dorongan, kemampuan dan sumberdaya kelompok radikal, maka teror seperti yang terjadi di Perancis 14 Juli 2016 tersebut sangat mungkin diadopsi oleh kelompok radikal di Indonesia.

Mecegah Model Teror Perancis Terjadi di Indonesia

Teror dengan modal murah dan aman yang terjadi di Perancis 14 Juli 2016 sangat mungkin dilakukan dan terjadi di Indonesia. Faktor-faktor untuk melakukan teror seperti keinginan, dorongan, kemampuan dan sumberdaya sudah melekat pada kelompok radikal di Indonesia. Sasaran teror di Indoensia juga mudah ditemukan. Sasaran harus mempunyai daya tarik bagi kelompok radikal. Markas Polisi, kerumunan orang (termasuk orang asing), tempat-tempat perbelanjaan atau bisnis yang melambangkan dunia barat dengan mudah dijangkau oleh kelompok radikal. Bukan hal yang mudah untuk mendeteksi gerakan-gerakan teroris seperti yang dilakukan di Perancis.

Kendaraan merupakan peralatan yang cukup praktis untuk melakukan teror. Tanpa menggunakan bahan peledak dan senjata api, kendaraan dapat menjadi alat untuk melukai dan menewaskan banyak orang. Kendaraan bukan barang terlarang, apalagi jika kendaraan yang digunakan adalah kendaraan yang umum dipasaran dan didalamnya tidak terdapat benda-benda yang mencurigakan.

Untuk mencegah teror dengan model tersebut maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Melakukan pendataan dengan ketat jual beli dan persewaan kendaraan, siapa yang beli, akan digunakan dimana, dan siapa pemakaianya.
  2. Mewaspadai kendaraan-kendaraan yang mencurigakan, misal kendaraan yang bolak balik melewati area tertentu dengan orang yang tidak dikenal. Pelaku teror biasanya melakukan pengamatan dan penggambaran bahkan melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum aksi nyata dijalankan.
  3. Mewaspadai lingkungan dan daerah sekitar, terutama untuk orang yang tidak dikenal, segera laporkan kepada aparat terdekat jika ada orang dengan gerak-gerik mencurigakan.
  4. Polisi perlu meningkatkan kemampuan dalam menghadapi tanggap darurat, terlebih untuk melakukan pencegahan.

Aksi teror terus akan terjadi selama kelompok radikal memaksakan kepentingannya. Indonesia merupakan negara dengan potensi teror yang besar. Negara bersama masyarakat harus bahu-membahu untuk mencegah dan menghadapi aksi teror ini. Dengan aksi dan kepedulian bersama diharapkan negara dan masyarakat dapat mencegah kelompok radikal berkembang menjadi kelompok teror. ***

*) Stanislaus Riyanta, peneliti dan editor jurnalintelijen.net, alumnus S2 Kajian Startejik Intelijen Universitas Indonesia.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent