Indonesia Bangga Pada Masyarakat Adat Tabi/Mamta Papua
Menyusul masyarakat Perbatasan Papua New Guinea (PNG) sebagaimana disampaikan Ondoafi Wutung Stanis Tanfa Cilong menolak aksi demontrasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB), untuk menyambut Perwakilan Papua Barat United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) menjadi observer di Melanesian Spreadhead Group (MSG) tahun 2015.
Kini giliran seluruh elemen masyarakat yang mendiami wilayah adat Tabi/Mamta juga menyatakan menolak aksi demo mediator masyarakat Papua Barat, yang direncanakan digelar di Lapangan Trikora Abepura, tanggal 13-14 Juli 2016. Demikian diutarakan Ondoafi Kampung Putali Nells Monim didampingi Ketua Gerakan Pemuda Jayapura (Gapura) Jack Judzon ketika menyampaikan keterangan pers di Abepura, Selasa (12/7).
Nells Monim menjelaskan, gerakan-gerakan separatis yang dilakukan KNPB tak boleh terjadi di Tanah Tabi, karena di tempat ini zona integritas, ibukota Provinsi Papua, dimana berdiri rumah besar yang didiami seluruh masyarakat dari berbagai suku bangsa di Nusantara, mulai dari Gubernur, Ketua DPRP, Kapolda, Pangdam, Bupati/Walikota dan seluruh warga masyarakat.
Dikatakannya, aksi demo KNPB sebagaimana dilakukan sebelumnya, selain menentang ideologi Pancasila dan UUD 1945, juga mengganggu Kamtibmas. Bahkan melumpuhkan seluruh aktivitas masyarakat. “Saya mengingatkan pihak-pihak yang menjadi pemicu atau mensponsori kegiatan-kegiatan KNPB harus sadar, bahwa mereka telah melakukan tindakan yang tak terpuji dan tak bermartabat,” imbuhnya. Karenanya, ujarnya, masyarakat Tabi harus serentak untuk menghentikan gerakan-gerakan separatis.
Dikatakan, siapapun masyarakat yang ada di Tanah Tabi mesti membangun solidaritas, agar masyarakat setempat mendapatkan kedamaian dan kenyamanan. Pihaknya juga menghimbau kepada pemimpin-pemimpin, agar bertindak tegas dan berani untuk mengamankan Tanah Tabi dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oknum-oknum yang tak bertanggungjawab dan tak bermartabat ini.
Sementara itu, Jack Judzon mengatakan, pihaknya benar-benar menolak tegas semua bentuk kegiatan yang mengatasnamakan rakyat Papua tersebut. Jika kegiatan itu hanya dilakukan sekelompok orang, maka tak bisa mengatasnamakan rakyat Papua.
Papua, menurutnya adalah rumah besar didalamnya ada banyak suku bangsa yang bernaung, karena itu tak bisa hanya satu suku berdiri mewakili rakyat Papua dan menyuarakan bahwa Papua merdeka. “Jika Papua ingin merdeka, maka ada kesepakatan dari semua pihak bukan kesepakatan pihak-pihak tertentu,” lanjutnya.
Karena itu, tambahnya, didalam negara hukum, jika ada tindakan-tindakan separatis, kemudian merugikan kepentingan umum dan fasilitas publik, seharusnya oknum-oknum yang melakukan ditindak tegas. “Sekalipun TNI/Polri punya prosedur dalam penanganan-penanganan kasus-kasus, tapi jika kegiatan tersebut dilakukan berulang-kali dapat disebut sebuah konflik yang sengaja ditimbulkan pihak-pihak tertentu,” tukasnya.
Menurutnya, TNI/Polri mesti mengambil langkah tegas untuk segera menghentikan aksi-aksi ini. Jika tak dihentikan, maka pihak lain akan menilai terjadi sebuah proses pembiaran yang dilakukan dalam rangka atau kepentingan-kepentingan satu atau dua orang di Tanah ini untuk mencari keuntungan lewat konflik ini. “Konflik ini tak saja muncul, karena ada suatu kepentingan, tapi konflik ini bisa diciptakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok,” terangnya (http://bintangpapua.com/masyarakat-tabi-juga-tolak-demo-knpb/)
Semakin Meluas Penolakan Terhadap KNPB
Bagaimanapun juga, Indonesia sangat bangga dengan sikap tegas masyarakat adat di Papua yang direfleksikan melalui pendapat Ondoafi Wutung Stanis Tanfa Cilong, Ondoafi Kampung Putali Nells Monim dan Ketua Gerakan Pemuda Jayapura (Gapura) Jack Judzon yang sangat menyadari bahaya separatisme yang disuarakan kelompok KNPB dan kawan-kawan di Papua. Selain itu, pendapat ketiga tokoh Papua ini juga mencerminkan memiliki sikap seorang nasionalis sejati yang tidak menginginkan tanah kelahirannya yaitu Papua selalu dipolitisir untuk kepentingan sesaat kalangan aktivis di Papua terutama yang bergabung dalam KNPB.
Penolakan masyarakat adat di Papua terhadap aksi unjukrasa yang dilakukan KNPB selama ini jelas menggambarkan bahwa masyarakat adat di Papua semakin menyadari mereka selama ini telah menjadi “korban politik” para aktivis yang mengupayakan kemerdekaan Papua dari Indonesia, walaupun dalam kenyataannya ternyata gerakan mereka berkolaborasi dan memperjuangkan kepentingan asing di Papua.
Adanya penolakan dari masyarakat adat ini diperkirakan akan dibantah atau dicounter oleh kelompok KNPB dan para pendukung gerakan separatis Papua lainnya, bahwa masyarakat adat tersebut telah digalang atau dimobilisasi oleh aparat Indonesia yang bekerja di Papua. Tudingan KNPB seperti ini adalah hal yang lumrah dan harus dimengerti oleh masyarakat adat Papua bahwa di era perang informasi sekarang ini selalu diwarnai perang propaganda, namun masyarakat adat di Papua harus yakin bahwa tudingan KNPB cs kepada Indonesia selama ini tidak benar dan hanya omong kosong saja.
Masyarakat adat di Papua harus yakin bahwa integrasi Papua ke Indonesia adalah sah baik dari hukum nasional maupun aturan hukum Internasional, sehingga penulis yakin KTT MSG yang berakhir tanggal 16 Juli 2016 tidak akan pernah menyetujui ULMWP menjadi anggota penuh MSG, karena bagi komunitas negara MSG bahwa posisi Indonesia jauh lebih penting dan strategis dibandingkan ULMWP serta negara-negara MSG ketakutan hubungan diplomatiknya terganggu dengan Indonesia jika mereka memilih mendukung kemerdekaan Papua dari Indonesia.
Masyarakat adat di Papua juga harus percaya bahwa pemerintahan Jokowi-JK sangat memiliki komitmen kuat untuk memajukan wilayah Papua dan Papua Barat, hal ini berbeda dengan omong kosong dan janji palsu KNPB yang akan mensejahterakan Papua jika lepas dari Indonesia karena, sejauh ini penulis belum melihat adanya program KNPB yang positif bagi Papua kecuali selama ini KNPB hanya menyebarkan kebencian kepada Indonesia.
Sekali lagi, bangsa Indonesia secara keseluruhan sangat bangga dan mendukung pernyataan dan sikap heroik masyarakat adat di Papua dalam mempertahankan kelangsungan integrasi Papua di Indonesia. Penulis bahkan khawatir jika KNPB terus menyuarakan propaganda dan agitasinya, ada kemungkinan masyarakat adat di seluruh Papua mendesak dan melakukan langkah pengusiran terhadap aktivis KNPB cs dari tanah Papua.
*) Wildan Nasution adalah Pengamat masalah Papua, lulusan Pasca Sarjana UTP Palembang dan tinggal di Batam, Kepri.