Resensi Buku : Perlunya Reformasi Intelijen Dalam Mengantisipasi Perkembangan Ancaman

Resensi Buku : Perlunya Reformasi Intelijen Dalam Mengantisipasi Perkembangan Ancaman

Judul Buku  : Reforming Intelligence : Obstacles to Democratic Control and Effectiveness

Editor  : Thomas C Breneau dan Steven C Boraz

Kata Pengantar  : Roberts Jervis

Tebal buku  : 385 halaman termasuk kata pengantar, daftar isi dan lampiran

Bahasa  : Bahasa Inggris

Penerbit  : University of Texas Press

Peresensi  : Toni Ervianto (Alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia)

bruneau cat compAda banyak faktor yang menjadi “trigger atau pemicu” dilakukannya reformasi intelijen di beberapa negara, antara lain adanya kewenangan khusus yang dimiliki intelijen di Amerika Serikat, namun mengapa masih terjadi “intelligence failures” dalam mengantisipasi serangan 9/11  dan untuk kepentingan “war on terror” pasca 9/11 (hal 27 sd 73), adanya “kecanggungan duniawi atau earthly awkwardness” yang dialami intelijen di Inggris (hal 96), pengaruh legalitas budaya dalam reformasi intelijen di Perancis (hal 121), adanya perubahan struktur dan kepentingan untuk mengontrol intelijen dalam reformasi intelijen di Brazilia (hal 149), adanya pengaruh demokratisasi yang menyebabkan reformasi intelijen di Taiwan (hal 170), keperluan untuk mempertahankan pengawasan secara demokratis terhadap intelijen seperti yang terjadi di Argentina (hal 195), adanya transisi kekuasaan dan peranan media massa yang besar di reformasi intelijen Rumania (hal 219), kepentingan untuk transformasi intelijen seperti terjadi di Afrika Selatan (hal 241), adanya ancaman terorisme dalam demokrasi baru di Rusia (hal 269) serta adanya sejumlah isu etis dan moral yang memicu reformasi intelijen di Philipina (hal 301) dan lain-lain.

Buku ini berusaha untuk menggambarkan bagaimana proses reformasi intelijen yang terjadi di beberapa negara serta hambatan-hambatan yang merintanginya. Meskipun demikian, ada “garis merah atau red type” dalam berbagai proses reformasi intelijen yang ditulis di buku ini adalah reformasi intelijen dilakukan dengan didukung sepenuhnya oleh warga masyarakat (civil society organization/CSO) di negara-negara tersebut dengan tujuan menyelamatkan kepentingan nasional (national interest) dari berbagai ancaman-ancaman. Disamping itu, tujuan untuk melakukan reformasi intelijen tersebut adalah dalam rangka meningkatkan efektivitas kegiatan dan operasi intelijen negara-negara tersebut melalui pengawasan yang dilakukan secara demokratis, baik melalui parlemen, komisi khusus intelijen ataupun pengawasan yang dilakukan media massa dan CSO.

Dalam kata pengantarnya, Roberts Jervis menyatakan, kegiatan intelijen itu adalah vital, hal ini disebabkan karena negara atau pembuat kebijakan harus mengetahui perkembangan lingkungan strategik yang terjadi serta potensi-potensi kerawanan yang mungkin akan ditimbulkan. Oleh karena itu, tegas Jervis, tanpa intelijen yang baik maka negara tersebut akan “berdarah-darah” dan tidak akan dapat menangkal berbagai ancaman dengan counter-counter yang signifikan. Karena intelijen bersifat rahasia dan proses pencarian informasinya juga tidak boleh diketahui masyarakat, hal ini yang membuat berbahaya dilihat dari sisi demokrasi dan sulit untuk melakukan pengawasan terhadap intelijen. Oleh karena itu, adalah wajar jika tensi antara intelijen dan demokrasi seringkali tidak dapat diselesaikan secara tuntas.

Di berbagai negara, mulus tidaknya reformasi intelijen dapat dilakukan tergantung kepada CMR (civil military relations), dimana CMR memiliki tiga isu yang paling fundamental yaitu pengawasan intelijen oleh kalangan CSO, efektivitas dalam pencapaian tujuan dan misi, dan efisiensi. Oleh karena itu, menurut Douglas Mc Donald, reformasi intelijen adalah bagian dari CMR dan reformasi pertahanan itu sendiri (hal 5).

Intisari dari proses reformasi intelijen adalah menciptakan democratic control of intelligence atau pengawasan secara demokratis terhadap intelijen. Ada beberapa jenis pengawasan secara demokratis ini yaitu pengawasan yang dilakukan pemerintah, parlemen, judidikatif serta pengawasan internal dan eksternal itu sendiri.

Pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif adalah dalam rangka mendefinisikasi misi intelligence community (IC) dan mendukung misinya. Masalah utama dalam pengawasan yang dilakukan eksekutif adalah ada kemungkinan pihak eksekutif menggunakan intelijen untuk kepentingannya, karena memang keberadaan intelijen dalam ranah eksekutif. Sementara itu, pengawasan yang dilakukan legislatif dalam rangka menciptakan akuntabilitas, audit secara rutin terhadap pengeluaran dana intelijen dan pelaksanaan managemen dalam tubuh intelijen itu sendiri. Sedangkan, pengawasan yang dilakukan oleh pihak judikatif terkait dengan kerangka hukum dan payung hukum dilakukannya kegiatan dan operasi intelijen itu sendiri.

Terkait dengan pengawasan internal diakui sangat problematik karena adanya perbedaan organisasi intelijen di berbagai negara, sedangkan pengawasan eksternal dapat dilakukan oleh NGO, media massa, pihak swasta, organisasi pengawas intelijen, kelompok pemikir yang independen dan lembaga asing itu sendiri. Bahkan, menurut Thomas C Bruneau dan Steven C Boraz, beberapa NGO di Argentina, Guatemala, Rumania dan Indonesia menjadi kelompok penekan yang menuntut reformasi badan intelijen di negara-negara tersebut (hal 16).

Reformasi intelijen yang dilakukan di Amerika Serikat, Inggris dan Perancis pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan dukungan atau partisipasi global dalam rangka perang melawan terorisme serta menghadapi ancaman dari dalam dan luar negara itu sendiri. Meskipun diakui oleh Thomas C Bruneau dan Steven C Boraz, bahwa reformasi intelijen di AS, Inggris dan Perancis masih sulit untuk mencapai efektivitas dalam memantau peranan yang dilakukan IC. Bahkan dalam beberapa kasus, pekerjaan intelijen yang dilakukan di Inggris dan Perancis tidak ada jaminan adanya efektivitas. Sementara itu, reformasi intelijen di Philipina, Rumania, Rusia dan Taiwan sangat memberikan atensi yang besar terhadap democratic civilian control (hal 18).

Reformasi intelijen memang merupakan elemen kunci untuk terjadinya konsolidasi demokrasi, hal ini terlihat jelas dalam proses reformasi intelijen di Brazilia (the Brazilian Intelligence Agency/ABIN), Afrika Selatan, Philipina dan Rusia.

Kata kuncinya adalah para penulis dalam buku “Reforming Intelligence : Obstacles to Democratic Control and Effectiveness” mempercayai bahwa reformasi intelijen yang dilakukan dalam rangka menciptakan democratic civilian control dan efektivitas, tidak akan terjadi tanpa didukung dan ditempatkannya kader-kader intelijen yang profesional sesuai dengan tantangan terkini dunia intelijen itu sendiri dan bagaimana lembaga-lembaga intelijen itu mempersiapkan kader-kader profesionalnya tersebut.

Sebuah buku yang cukup menarik dalam rangka membedah reformasi intelijen terutama dikaitkan dengan konsolidasi demokrasi serta efektivitas reformasi intelijen dalam menghadapi complex threats and complex strategic environment (ancaman yang semakin kompleks dan kompleksitas lingkungan strategis) ke depan.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent