Usulan Reformasi Polri
Tito Karnavian menjadi harapan masyarakat dan pemerintah sebagai motor utama reformasi Polri jika menjadi Kapolri nanti. Penunjukan Tito sebagai calon Kapolri hampir tanpa kegaduhan, bahkan LSM-LSM yang biasa vokal terhadap calon Kapolri kali ini senada satu suara mendukung Tito. Pengalaman, prestasi, dan track record Tito selama menjadi anggota Polri tidak terbantahkan lagi, bahkan oleh senior-senior Tito, yang secara urut kacang seharusnya mendahului Tito sebagai Kapolri.
Ketika Joko Widodo memilih Tito Karnavian, yang relatif masih muda dan mempunyai masa kerja sebagai Kapolri yang cukup panjang, pesan untuk melakukan reformasi Polri sangat kuat. Reformasi tidak bisa dilakukan dalam waktu 1-2 tahun. Reformasi butuh waktu, butuh proses, dan butuh kepemimpinan yang tepat. Tito dipilih oleh Joko Widodo dengan tugas utama reformasi Polri.
Polri memang perlu direformasi, bahkan boleh dibilang sedikit agak terlambat dibandingkan lembaga negara lain bahkan dibandingkan gaung reformasi yang dimulai setelah orde baru berakhir.
Polsek Sebagai Pelayan Masyarakat
Saran-saran untuk reformasi Polri yang pertama adalah dengan melakukan penataan fungsi dan peran Polri mulai dari Polsek hingga Mabes Polri. Polri sebaiknya mengutamakan polisi sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Polri harus menghindari stigma sebagai penguasa atau organisasi yang mempunyai kekuatan dan senjata sehingga masyarakat harus takut. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memaksimalkan fungsi Polsek (satuan kepolisian di tingkat Kecamatan) sebagai polisi yang murni melayani masyarakat. Polisi di tingkat Polsek harus turun dan berbaur dengan masyarakat. Selain itu polisi di tingkat Polsek wajib untuk menangani masalah-masalah yang terjadi di masyarakat dengan pendakatan musyawarah mufakat terutama untuk kasus-kasus yang bisa diselesaikan dengan cara-cara humanis.
Polisi muda yang baru lulus dari SPN ataupun Akpol sebaiknya ditugaskan untuk melayani masyarakat, bekerja untuk melayani dan menyelasaikan masalah-masalah di masyarakat dengan pendekatan kemanusiaan, bukan pendekatan hukum. Kecuali jika masalah-masalah tersebut memang tidak bisa diselesaikan secara non-hukum maka dilimpahkan kepada Polres untuk ditangani sesuai prosedur hukum. Polisi muda harus belajar untuk menjadi polisi pelayan dan pengayom masyarakat, bukan polisi yang menggunakan kekuasaaan atau kekuatan senjata. Kekuatan atau jumlah polisi di Polsek tentu saja harus diperkuat karena menjadi garda terdepan untuk melayani masyarakat dan menjaga keamanan di wilayahnya.
Kewenangan Penyidikan ditarik ke Polres
Kewenangan penyidikan sebaiknya ditarik ke tingkat Polres (satuan polisi di tingkat kabupataen/kota madya). Dengan ditariknya kewenangan penyidikan ke tingkat Polres maka polisi di tingkat Polsek dapat fokus untuk melayani dan mengayomi masyarakat.
Polisi di tingkat Polres bertugas untuk menangani masalah-masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh Polses dan masalah yang masuk ke dalam ranah hukum. Di tingkat Polres inilah penyidik-penyidik dari Polri akan diuji profesionalismenya. Dengan fokus tugas ini maka Polri akan lebih terarah dalam membagi beban tugas dan beban kerja terhadap anggotanya. Tugas-tugas lain seperti pelayanan lalu lintas termasuk pembuatan SIM dapat disesuaikan dengan kebutuhan namun sebaiknya difokuskan agar tidak ada lagi hal-hal yang bisa merusak nama baik Polri.
Tingkat Polda dan Mabes Polri diberi kewanangan pembinaan dan manajerial untuk mengelola Polres dan Polsek. Selain itu tentu saja Polda dan Mabes Polri mempunyai tugas untuk menangani masalah-masalah di masyarakat yang tidak bisa ditangani oleh Polres atau yang melibatkan dua wilayah Polres atau lebih.
Penegakan Hukum Tanpa Tebang Pilih
Polri juga harus berbenah diri dalam melakukan penegakan hukum. Suara-suara tentang tebang pilih Polri dalam melakukan tugas penegakan hukum harus mulai dikikis dengan cara meningkatkan profesionalisme Polri. Selain itu Polri juga bisa mengikis isu ini dengan cara menangani sejak dini masalah-masalah di masyarakat yang menjadi kewenangan Polri dengan pendekatan yang humanis. Masalah-masalah yang sejak dini bisa diselesaikan dengan baik tanpa dibawa ke ranah hukum akan mengurangi beban kerja polisi sekaligus mengurangi celah-celah tindakan yang bergeser dari kode etik.
Rekrutmen Yang Transparan
Sebagian masyarakat pasti akan mengamini bahwa untuk menjadi anggota Polri diperlukan modal besar. Stigma inilah yang membuat masyarakat cenderung memandang rendah profesionalisme polisi. Citra polisi yang profesional bisa dimulai dari proses rekrutmen yang transparan dan memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan.
Jika proses rekrutmen anggota Polri transparan dan seluruh lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kualifikasi anggota Polri diberi kesempatan yang sama maka masyarakat akan mulai memandang positif. Sumber anggota polri dari berbagai lapisan dan kalangan juga akan mempermudah Polri dalam menerapkan kultur polisi yang profesional.
Kualitas Sumber Daya Manusia
Penulis sering membayangkan bahwa polisi Indonesia bisa bertindak ilmiah seperti pada film CSI. Pemeriksaan tersangka yang tanpa kekerasan dengan mengedepankan bukti-bukti ilmiah dan penyidikan yang sistematis menunjukkan suatu sikap polisi yang profesional. Untuk mencapai tahap itu tentu Polri perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Polri perlu memperkuat organisasinya dengan anggota-anggota yang cakap dalam berbagai bidang dan dapat mengaplikasikan kecakapanya tersebut dengan baik.
Penutup
Reformasi Polri sudah ditunggu-tunggu dan menjadi salah satu komponen menuju Indonesia yang lebih baik. Joko Widodo sudah tepat menunjuk Tito Karnavian sebagai Kapolri. Reformasi Polri diharapkan dapat dilaksanakan hingga tuntas oleh Tito Karnavian. Usia kerja Tito jika menjadi Kapolri nanti diharapkan dapat membawa Polri lebih baik dan profesional. Reformasi Polri terutama di bidang penagakan hukum, pelayanan publik, rekrutmen yang transparan dan sumber daya manusia yang berkualitas diharapkan dapat dilakukan oleh Polri dibawah kepemimpinan Tito Karnavian.
Polri adalah organisasi yang besar, dengan peran yang besar, dan mempunyai pengaruh yang besar. Dengan kepemimpinan Tito Karnavian diharapkan Polri tidak hanya besar tetapi juga berkualitas dan profesional.
*) Stanislaus Riyanta, menempuh studi S2 Kajian Stratejik Intelijen di Universitas Indonesia