Intelijen Pertahanan Di Bawah Kemhan Tidak Perlu
KEMHAN termasuk salah satu kementrian di era Presiden Joko Widodo yang aktif mengeluarkan ide-ide perubahan. Implikasinya adalah banyak kontroversi atas ide-ide baru tersebut. Usulan-usulan dari Kemhan yang telah memicu kontroversi sejak Ryamizard Ryacudu menjadi Menteri Pertahanan antara lain rencana pengambilalihan Atase Pertahanan dari BAIS (Badan Intelijen Strategis TNI) ke Kementrian Pertahanan. Ide selanjutnya adalah pembentukan kader bela negara dengan jumlah yang cukup fantastis yaitu 100 juta orang. Tentu saja ide ini juga menjadi kontroversi dan bunga-bunga media masa seperti di KOMPAS.
Ide atau usulan selanjutnya adalah pembentukan Kantor Wilayah Pertahanan atau Desk Pengendali Pusat Kantor Pertahanan (Kantor Pertahanan) di setiap provinsi. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan tentu saja usulan ini juga menjadi kontroversi di berbagai pihak, dan tentu saja DPR tidak lupa untuk menjadikan hal tersebut sebuat isu dan alasan untuk memanggil Menhan, hal ini juga diulas oleh TEMPO.
Usulan paling baru dari Kementrian pertahanan adalah pembentukan intelijen pertahanan. Kemhan kemungkinan mengusulkan hal tersebut dilandasi Pasal 7 UU Intelijen Negara menjelaskan bahwa ruang lingkup intelijen negara meliputi intelijen dalam negeri dan luar negeri, intelijen pertahanan dan/atau militer, intelijen kepolisian, intelijen penegakan hukum, dan intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Fungsi intelijen adalah melakukan detesi dini dan memberikan peringatan dini kepada pemerintah atas ancaman yang akan terjadi. Intelijen adalah suatu “alat” untuk mendukung dalam pengambilan keputusan. Isu intelijen termasuk sangat seksi mengingat intelijen mengandung rahasia-rahasia yang menjadi daya tarik besar dari banyak pihak untuk diketahui. Selain itu intelijen mengandung “budget” yang penggunaanya tentu dilakukan secara khusus sesuai dengan karakteristik intelijen yang biasanya rahasia. Dalam konteks ini ide membentuk intelijen dalam Kementrian Pertahanan menjadi menarik mengingat intelijen pertahanan sudah menjadi porsi dari Badan Intelijen Stategis TNI (BAIS). Tentu saja BAIS (dan TNI) akan sangat keberatan dengan usulan ini, setelah ide pengambilalihan Atase Pertahanan dan dilanjutkan dengan pembentuka intelijen pertahanan, maka tidak salah jika muncul kesan Kemhan seolah akan melucuti BAIS.
Sebenarnya apa urgensi dari pembentukan intelijen pertahanan? Saat ini TNI sebagai organisasi negara yang bertanggung jawab atas pertahanan sudah menjalankan fungsi intelijen pertahanannya melalui BAIS dan fungsi-fungsi lainnya. Ide pembentukan intelijen pertahanan di bawah Kementrian Pertahanan tentu akan ditolak oleh TNI meskipun dapat diduga bahwa jika hal ini terjadi maka personel dalam intelijen pertahanan tersebut adalah anggota TNI yang bertugas di Kementrian Pertahanan. Isu pembentukan intelijen pertahanan diambil alih oleh Kemhan ini bahkan ditanggapi oleh pihak lain seperti Imparsial dengan ide yang lebih baru lagi yaitu mereposisi BAIS yang saat ini dibawah TNI menjadi di bawah Kementrian Pertahanan, berita lengkap bisa dibaca di KOMPAS.
Ketua Komisi I DPR TB Hasanudin dalam pemberitaan KOMPAS 13 Juni 2016 mengatakan bahwa “Sesuai dengan undang-undang, TNI ada di bawah Presiden dalam penggunaan kekuatan dan fungsi koordinasi dengan Kementrian Pertahanan (Kemhan) dalam hal persiapan alat dan Personel. TNI adalah lembaga yang disiapkan menghadapi ancaman dari dalam dan luar negeri, termasuk dalam hal menjalankan kegiatan intelijen” Hassanudin dalam pemberitaan tersebut berpendapat bahwa rencana Kementrian Pertahanan membentuk kantor pertahanan daerah dan badan intelijen pertahanan akan menambah gemuk struktur pemerintahan dan menambah pengeluaran uang negara.
Penulis berpendapat bahwa pembentukan perangkat intelijen pertahanan di bawah Kementrian Pertahanan adalah tidak perlu dilakukan. Pemerintah sebaiknya menata lembaga-lembaga intelijen menjadi lebih efektif dan efisien. Pemerintah seharusnya menata fungsi lembaga intelijen dan koordinasi antar lembaga intelijen. Selain itu koordinasi seluruh lembaga intelijen negara ke Badan Intelijen Negara seharusnya dapat menjadi pusat dari kegiatan intelijen di Indonesia. Keberadaan BAIS sudah cukup sebagai fungsi intelijen pertahanan.
Kementrian Pertahanan perlu mencermati bahwa dalam UU tentang Intelijen Negara disebutkan pada Pasal 9, penyelenggaraan sektor intelijen di Indonesia dilaksanakan lima organisasi, yakni Badan Intelijen Negara, intelijen TNI, intelijen Kepolisian, intelijen kejaksaan dan intelijen yang berada di kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian. Jika Kemhan memerlukan data-data atau informasi intelijen pertahanan sebagai bahan untuk membuat kebijakan dalam bidang pertahanan maka Kemhan dapat melakukan koordinasi dengan TNI yang menjadi induk dari BAIS. Tentu saja jika ide untuk membentuk perangkat intelijen pertahanan di Kementrian Pertahanan ini dipaksakan maka wajar jika muncul anggapan bahwa koordinasi antara Kemhan dan TNI tidak baik.
Intelijen perlu ditata lebih efektif, efisien dan berfungsi maksimal dalam melakukan deteksi dini dan memberikan peringatan dini (Early Warning System Early Detection) kepada pemerintah (Presiden). Terlalu banyak perangkat intelijen di negara ini hanya akan menggemukan anggaran terutama akan bermasalah dalam fusi informasi intelijen. Hal yang lebih penting daripada membentuk perangkat intelijen pertahanan di bawah Kementrian Pertahanan adalah menciptakan suatu mekanisme dan sistem fusi informasi intelijen. Fusi intelijen dari seluruh lembaga intelijen negara untuk dikelola secara komprehensi oleh BIN selaku koordinator intelijen (lihat UU Intelijen Negara) akan mempunyai manfaat yang cukup besar.
Dengan adanya fusi informasi intelijen ini maka peran intelijen di berbagai lembaga negara dapat dimanfaatkan secara maksimal tanpa membentuk lembaga baru. Hal ini juga untuk mencegah setiap lembaga negara membentuk fungsi intelijen yang tentu saja akan membuat repot jika terjadi benturan di lapangan.
*) Stanislaus Riyanta, peneliti dan editor jurnalintelijen.net, menempuh studi S2 Kajian Stratejik Intelijen di Universitas Indonesia.