Peluang dan Tantangan Ahok dalam Pilkada DKI 2017

Peluang dan Tantangan Ahok dalam Pilkada DKI 2017

Geliat politik di DKI Jakarta sudah mulai memanas. Manuver tokoh dan partai politik untuk menghadapi Pilkada DKI Jakarta 2017 menghiasi dan mendominasi media masa. Tokoh dan partai politik mencari-cari panggung guna menunjukkan eksistensinya. Dinamika yang panas ini cenderung mempunyai satu tujuan, melawan Ahok.

Ahok, nama akrab dari Basuki Tjahaja Purnama , menjadi tokoh fenomenal di masa reformasi ini. Seorang dari etnis keturunan Cina dan beragama Kristen, yang berarti minoritas (kuadrat), maju dalam Pilkada DKI 2017 melalui jalur independen,  akan dikeroyok oleh tokoh dan partai politik. Ada dua faktor yang membuat tokoh dan partai politik seolah bersekutu besama untuk mengalahkan Ahok, yang pertama adalah daya tarik Gubernur DKI Jakarta. Jabatan yang sangat prestisius di daerah yang pada tahun 2015 mengelola dana sebesar Rp. 60.442.738.783.978, tentu menjadi incaran banyak orang. Selain itu Gubernur DKI Jakarta adalah jabatan yang menjadi salah satu barometer dan pusat perhatian banyak orang. Tidak sedikit pula yang menganggap posisi Gubernur DKI Jakarta adalah sebuah batu loncatan untuk meraih karir politik yang lebih tinggi.

Faktor berikutnya yang mendorong tokoh dan partai politik mengeroyok Ahok adalah kekhawatiran hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan asas-asas kelompok mayoritas sebagai prioritas. Fenomena munculnya Teman Ahok yang mampu mengumpulkan KTP jauh melampui syarat jumlah minimum untuk maju melalui jalur independen (parpol) mulai membangun paradigma bahwa siapapun dapat berpolitik dan maju sebagai calon kepala daerah tanpa partai politik selama mendapat kepercayaan dari masyarakat. Anak-anak muda yang tergabung dalam Teman Ahok, dengan berbagai dinamika dan tantangannya, mampu mengorganisasi kegiatan dengan baik dan meraih komitment dari Ahok untuk maju melalui jalur independen, Jika Ahok menang melalui jalur independen ini maka kepercayaan masyarakat terhadap partai politik diperkirakan akan turun. Masyarakat dapat bergerak secara mandiri dan langsung untuk mengusung pilihannya tanpa melalu partai.

Peluang Ahok

Peluang Ahok untuk maju dan menang dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 masih cukup besar. Berbagai kasus yang oleh berbagai kalangan digunakan sebagai peluru untuk menembak Ahok seolah tidak mempan untuk membuat Ahok kehilangan kepercayaan dari publik. Bahkan Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Syamsuddin Haris, mengatakan kasus reklamasi dan Rumah Sakit Sumber Waras tidak akan pengaruhi elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Hampir 60 persen responden puas atas kinerja Ahok (sumber kutipan tempo.co). Manuver-manuver politik melalui celah-celah hukum belum bisa menurunkan elektabilitas dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Ahok.

Namun Ahok mempunyai beberapa kerentanan. Isu SARA akan dimainkan oleh lawan-lawan Ahok sebagai senjata menurunkan kepercayaan Ahok. Hal yang tidak bisa dirubah olah Ahok dan akan menjadi modal bagi lawan Ahok adalah Ahok sebagai keturunan etnis Cina dan Ahok beragama Kristen. Tidak bisa dipungkiri isu SARA masih lumayan ampuh apalagi jika dikombinasikan dengan isu-isu ekonomi, isu penggusuran pemukiman di atas lahan negara, yang dimasak dengan bumbu-bumbu perlawanan kelas. Perlawanan Kampung Luar Batang yang diolah oleh Yusril Ihza Mahendra merupakan salah satu bukti gabungan isu ekonomi dan SARA mampu menurunkan tingkat kepercayaan sekaligus menaikkan tingkat perlawanan masyarakat terhadap Ahok. Isu-isu model seperti ini akan terus berkembang dan naik hingga saat Pilkada DKI Jakarta 2017 berlangsung.

Penggunaan isu SARA seperti di atas sebaiknya justru bisa menjadi bagian yang menguntungkan bagi Ahok. Dengan adanya perlawanan dari masyarakat, Ahok justru bisa memilih target-target potensial sebagai kantung suara secara selektif. Ahok bisa menghemat energi, tidak perlu melakukan hal yang sia-sia di tempat yang jelas-jelas tidak memilik bahkan melawan Ahok. Lawan-lawan Ahok sebenarnyan justru secara tidak langsun membantu Ahok untuk menunjukkan tempat-tempat yang bersebrangan dengan Ahok. Di tempat inilah Ahok bisa menugaskan Heru Budi Hartono untuk meraih suara. Perlu diketahui bahwa Heru Budi Hartono adalah salah satu orang kepercayaan Joko Widodo. Heru Budi Hartono adalah pejabat karir yang visioner dan cerdas. Secara tidak langsung dipilihnya Heru Budi Hartono sebagai pendamping Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 menunjukkan dukungan Joko Widodo terhadap Ahok.

Peluang Ahok untuk menang dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 tetap besar. Partai Politik sebenarnya mengakui hal itu, tanpa ragu Nasdem dan Hanura sudah menyatakan mendukung Ahok walaupun Ahok maju melalui jalur independen.  Nasdem dan Hanura tentu mempunyai tujuan lain ketika mendukung Ahok, dengan elektabilitas yang tinggi maka diharapkan Nasdem dan Hanura ikut terangkat kepercayaannya sebagai modal 2019 nanti. Selain Nasdem dan Hanura diperkirakan masih ada kejutan dukungan partai politik terhadap Ahok.

Sebaliknya keraguan partai lain dalam melawan Ahok terbaca jelas dari belum ada satupun partai yang menetapkan calon untuk melawan Ahok, kecuali Gerindra yang mengusung  Syafrie Syamsuddin, namun masih perlu dukungan partai lain bagi Gerindra untuk secara resmi mengusung calon mengingat kursi Gerindra yang belum cukup untuk memenuhi syarat mengusung calon. PDIP sebagai satu-satunya partai  yang bisa mengusung pasangan calon secara mandiri juga belum mampu menunjukkan siapa calon andalannya. Hal ini menunjukkan bahwa partai politik ragu untuk dapat menang melawan Ahok, calon dari jalur independen. Peluang Ahok untuk menang dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 tetap tinggi.

Ahok bisa kalah oleh dirinya sendiri, artinya Ahok akan kalah atau bahkan tidak bisa mengikuti Pilkada DKI Jakarta 2017 jika Ahok mundur dari pemilihan atau karena sesuatu hal Ahok membuat blunder sehingga terjadi sesuatu yang menjadi penghalang Ahok maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Ahok haru hati-hati dalam melontarkan statemen, wacana, atau perkataan di depan publik. Karena apapun ucapan Ahok akan diperhatikan dengan detail untuk dicari-cari peluangnya sebagai senjata untuk menembak Ahok.

Potensi Konflik

Kekhawatiran yang harusnya diwaspadai sebenarnya bukan siapa menang siapa kalah dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Sebagian besar warga Jakarta pasti sudah mempunyai keyakinan siapa pemenang Pilkada DKI Jakarta. Yang patut diperhatikan dalam hajat politik ini adalah potensi konflik. Mengingat bahwa Ahok sebagai calon terkuat rentan dengan isu SARA, maka besar kemungkinan lawan-lawan Ahok menggunakan isu ini sebagai usaha untuk menjatuhkan Ahok. Tidak menutup kemungkinan lawan Ahok akan gelap mata dan tidak dewasa secara politik sehingga membuat kekacauan hanya untuk menciptakan kebencian berlatar belakang SARA.

Polri dan TNI tentu sudah menyiapkan skenari-skenario dalamPilkada DKI Jakarta 2017. Masyarakat Jakarta terlihat secara umum juga memahami adanya potensi ini. Diperkirakan bahwa isu SARA akan efektif jika diumpankan kepada masyarakat kelas bawah yang secara langsung pernah menjadi korban kebijakan Ahok. Walaupun jumlahnya tidak siginifikan namun kelompok ini cenderung frontal dan vokal.  Untuk mencegah konflik dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, aparat keamanan perlu meningkatkan kemampuan intelijen dan teritorialnya untuk memperoleh informasi sebagai early warning system and early detection, dan melakukan penggalangan dan bina teritorial guna mencegah terjadinya konflik yang dapat merugikan masyarakat dan bangsa.

Kesimpulan

Peluang Ahok untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2017 cukup tinggi. Namun untuk meraih hal tersebut akan ada banyak tantangan bagi Ahok. Tokoh dan Partai Politik akan mengeroyok Ahok dari berbagai sisi. Isu SARA akan dikembangkan untuk melawan Ahok dikombinasikan dengan isu-isu ekonomi dan perlawanan kelas. Ahok harus bisa meredam isu SARA, ekonomi dan perlawanan kelas ini dengan dua hal yaitu memaksimalkan peran Heru Budi Hartono untuk melakukan pendekatan pada masyarakat yang berpotensi terkena umpan SARA, ekonomi, dan perlawanan kelas, serta Ahok menjaga agar tidak melontarkan pernyataan / ucapan yang berpotensi sebagai senjata makan tuan. Bagaimanapun banyak masyarakat masih berharap Ahok dapat kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta mengingat perubahan-perubahan yang dilakukan Ahok sudah banyak dilakukan guna kepentingan masyarakat.

*) Stanislaus Riyanta, mahasiswa S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, tinggal di Jakarta.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent