Waspada ISIS di Indonesia Semakin Berkembang, Teror Bisa Terjadi Lagi
Teror Bom di Sarinah Jakarta 14 Januari 2016 menunjukkan ancaman ISIS di Indonesia bukan hanya sekedar isu. Walaupun aksi kelompok ISIS ini dapat dikatakan gagal. Usaha membuat kepanikan di Jakarta justru mendapatkan perlawanan dari seluruh unsur masyarakat. Korban 2 orang tewas dari masyarakat dan 5 orang dari kelompok teroris tewas sebagai pelaku bom bunuh diri dan tertembak polisi. Pemerintah melalui Polisi bergerak sangat cepat dan profesional hanya sekitar 4-5 jam aksi teror dapat ditangani, situasi dapat pulih, dan aktivitas dapat berjalan kembali. Aksi teror kelompok ISIS di Sarinah Jakarta gagal.
Apakah pelaku teror bom Sarinah hanya 5 orang? Tentu tidak. Pelaku di lapangan sebagai eksekutor 5 orang didukung oleh sejumlah pelaku lain disekitarnya bahkan jumlahnya lebih besar. Pelaku lain sebagai tim pendukung ini bisa membaur bersama-sama masyarakat, ikut melakukan dokumentasi dan mengunggah di media sosial untuk mensuksekan penyebaran peristiwa ini yang bertujuan menciptakan ketakutan di masyarakat. Bahkan tidak menutup kemungkinan tim pendukung teror inilah yang menyebarkan isu bahwa ada bom di tempat lain yaitu Slipi, Kuningan dan Cikini. Dan konyolnya tanpa konfirmasi media masa ada yang terpancing.
Aksi teror ini sudah direncanakan jauh-jauh hari dan sangat rapi, bahkan sempat tertunda karena adanya penangkapan terduga teroris lain di akhir Desember 2015. Penangkapan AH di Bekasi adalah paling berperan dalam mundurnya aksi teror yang semula direncanakan pada malam Natal dan Tahun Baru. Kelompok teroris masih banyak, penangkapan sejumlah belasan orang oleh Densus-88 ternyata masih tetap membuat teroris bisa melakukan aksi teror di 14 Januari 2016.
Peristiwa di Sarinah diperkirakan bukan peristiwa terakhir dari kelompok ISIS di Indonesia. Arus balik WNI simpatisan ISIS dari Suriah diperkirakan akan samakin gencar seiring dengan serangan dari berbagai negara ke Suriah. Pertahanan ISIS yang mulai terkoyak di Suriah membuat kombatannya melarikan diri dan kembali ke daerah asalnya. Para kombatan ISIS yang dari Indonesia inilah yang sangat berbahaya karena mereka sudah terlatih untuk bertempur dan menciptakan teror.
Ada beberapa daerah yang perlu diwaspadai sebagai tempat penting simpatisan ISIS di Indonesia. Solo adalah pusat sel ISIS di Indonesia. AH yang tertangkap oleh Densus-88 di bekasi adalah anggota sel Solo. Sarjana Teknik Kimia ini berhasil mengendapkan diri lebih dari 5 tahun di sebuah perusahaan sparepart besar di Bekasi. Bahrun Naim yang diduga menjadi otak dari serangan bom Sarinah adalah bagian dari sel Solo. Dalam kelompok ISIS, Solo dapat dikategorikan sebagai tempat untuk kaderisasi dan perekrutan.
Poso adalah tempat untuk berlatih sekaligus bersembunyi. Kombatan-kombatan ISIS di Indonesia akan dididik di Poso. Daerah Poso dipimpin oleh Santoso yang merupakan peleburan dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Bahrun Naim adalah penghubung kelompok Poso dengan ISIS di Suriah. Hubungan antara Solo dan Poso sangat kuat.
Besarnya tekanan Polri dan TNI di Poso membuat teroris menyiapkan alternatif tempat untuk bersembunyi. Dan diduga opsi yang dipilih adalah Bima. Masyarakat yang permisif merupakan suatu kemudahan bagi kelompok radikal untuk membaur menjadi satu dengan masyarakat sekaligus melakukan perekrutan.Bahkan tiga orang perempuan dari Bima diduga ikut bergabung dan menjadi istri Santoso, Basri, dan Ali Kalora di Poso.
Untuk melakukan serangan di Jakarta, kelompok ISIS di Indonesia diduga sudah mempunyai simpatisan-simpatisan sebagai pendukung termasuk menyiapkan safe house sebagai tempat transit. Ada 4 daerah yang diduga sebagai tempat transit teroris sebelum melakukan aksi di Jakarta yaitu Bekasi, Bogor, Bandung, dan Banten. Kempat daerah tersebut cukup dekat dengan Jakarta dan sangat strategis sebagai tempat persiapan aksi. Wajar jika hasil tangkapan Densus-88 kebanyakan berada di daerah tersebut.
Anggota kelompok ISIS Indonesia yang paling berbahaya justru yang sudah membaur lama dengan masyarakat dan mempunyai status pekerjaan jelas seperti AH yang ditangkap di Bekasi. Statusnya sebagai karyawan tetap sebuah perusahaan yang cukup terkenal membuat AH lebih aman untuk menjalankan aksinya. Statusnya sebagai karyawan biasa tidak akan dicurigai oleh masyarakat, dan ini terbukti ketika AH ditangkap, masyarakat sekitar dan perusahaan tempatnya berkerja terkaget-kaget. Orang seperti AH ini sulit dideteksi dan sangat berbahaya.
Kelompok radikal simpatisan ISIS di Indonesia diduga masih cukup banyak, dan akan bertambah dengan arus balik dari Suriah. Pemerintah bersama masyarakat wajib untuk meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya aksi teror di Indonesia. Kelompok radikal ini bisa ada di mana-mana dan bisa tanpa terduga adalah orang yang kita kenal baik-baik saja. Waspadalah, dan kita tidak takut terhadap teror.
Stanislaus Riyanta (Mahasiswa S2 Kajian Stratejik Intelijen – Universitas Indonesia)