Ancaman Radikalisasi di Korporasi
Rabu 23 Desember 2015 tim gabungan Densus 88 Anti Teror dan Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil menangkap terduga teroris di Bekasi. Penangkapan yang dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB tersebut terjadi di gerbang pintu masuk Perumahan Harapan Baru Bekasi pada saat terduga teroris akan berangkat kerja. Penangkapan terduga teroris sudah sering kali terjadi, dan tentu ini adalah prestasi khusus bagi Polri.
Hal yang menarik dari penangkapan tersebut adalah terduga teroris yang ditangkap adalah karyawan perusahaan yang menurut informasi berbagai sumber mempunyai jabatan sebagai Kepala Seksi di perusahaan sparepart. AH, inisial terduga teroris tersebut sudah sekitar lima tahun bekerja. Pendidikan AH cukup tinggi, lulusan teknik kimia dari sebuah perguruan tinggi di Jawa Tengah. Beberapa media masa menyebutkan secara jelas terduga bernama Arif Hidayatullah alias Abu Muzab (31) adalah karyawan PT Astra Otopart.
Ada anggapan bahwa teroris direkrut dari orang-orang yang marjinal, tidak mempunyai pekerjaan layak, pemahaman agama masih dangkal, atau dari pribadi bermasalah yang butuh panutan. Irfan Idris, Derektur Deradikalisasi BNPT, dalam tulisannya berjudul “Kontra Narasi Bahaya Radikalisme” menjelaskan bahwa saat ini propaganda kelompok radikal terorisme menyebar yang membawa kesejukan bagi kelompok masyarakat usia tertentu. Kelompok usia remaja, pelajar, dan mahasiswa yang galau dan risau serta tidak memiliki pemahaman mendalam, secara ekonomis (kemiskinan), yuridis (ketidakadilan), agamis (pemahaman dangkal, tapi semangat melangit), dan politis (kecewa dengan sistem demokrasi).
Saat ini paham radikal yang menjurus ke aksi terorisme sudah masuk ke lapisan lain yang lebih mapan dan secara kelembagaan seharusnya tidak mungkin terjadi. Seorang oknum Polri (Brigadir Sy) pada Februari 2015 yang lalu diduga bergabung dengan kelompok radikal. Informasi dari berbagai sumber Brigadir Sy sudah berada di Suriah dan mengganti namanya dengan Abu Azzayn Al Indunisiy. Pejabat level Direktur di Pelayanan Terpadu Satu Pintu Badan Pengusahaan Batam bernama Dwi Djoko Wiwoho, dikabarkan sejak Agustus 2015 sudah tidak masuk kantor. Kuat dugaan bahwa Dwi Djoko Wiwoho sudah hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Penyebaran Paham Radikal Pada Korporasi
Paham radikal diduga telah meracuni salah satu (oknum) anggota Polri dan pejabat tinggi di BP Batam. Kedua orang tersebut adalah orang dengan pekerjaan yang mapan, dan dari institusi yang jauh dari paham radikal. Jika paham radikal bisa masuk ke dalam orang yang berada dalam institusi Polri atau lembaga sekelas BP Batam, tentu saja kabar penangkapan terduga teroris yang statusnya adalah karyawan sebuah perusahaan swasta bukan hal perlu dikagetkan lagi. Hal ini tentu wajib menjadi perhatian serius para pemimpin perusahaan yang mempunyai banyak karyawan, agar nanti tidak terkaget-kaget ketika tahu dari media masa bahwa karyawannya tertangkap oleh Densus 88 Anti Teror.
Paham radikal dapat menyebar dalam korporasi karena didahului oleh penyebaran narasi radikal. Narasi ini bisa disampaikan atau disebarkan satu per satu atau kepada kelompok. Bentuk narasinya adalah cerita atau ujaran atau pernyataan yang bersifat ideologis atau politis, yang diarahkan untuk dilaksanakan secara mutlak bahkan jika perlu menggunakan kekerasan.
Hubungan kerja bisa menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan narasi radikal. Selain itu persamaan nasib, persamaan ideologi, atau persamaan kebutuhan akan hal tertentu akan mempercepat narasi radikal menyebar dan menjadi suatu paham. Hal ini juga didukung oleh internet atau media masa yang menjadi katalisator radikalisasi.
Narasi radikalisme di korporasi akan sangat berbahaya jika diterima oleh orang-orang yang krisis identitas, atau dalam pengaruh atau tekanan pemberi narasi, misal dalam hubungan atasan-bawahan. Narasi radikal jika tidak dikontrol dengan baik akan menjadi berbahaya bagi kelangsungan korporasi, bahkan lebih berbahaya dari terorisme itu sendiri.
Radikalisasi dan Terorisme
Teror biasanya dilakukan oleh orang atau kelompok sebagai kompensasi mereka yang kecil/sedikit dengan cara kekerasan untuk memberikan rasa takut kepada kelompok yang lebih besar. Latar belakang dan alasan orang atau kelompok melakukan teror berujung pada pilihan paling efektif untuk memaksakan dan mencapai tujuan. .
Pilihan atas aksi teror dibanding oleh aksi atau cara lain untuk mewujudkan cita-cita orang atau kelompok disebabkan oleh beberapa hal, pertama teror adalah cara paling efektif untuk menunjukkan eksistensi kelompok minoritas atau marginal. Kedua teror cermin dan implikasi atas kepribadian pemimpin kelompok yang tidak sehat dan menjadi kultur kelompok secara umum.
Selanjutnya adalah aksi-aksi non teror seperti diplomasi tidak berhasil dilakukan atau sudah sering dilakukan dan tidak berhasil. Selain itu teror dilakukan sebagai implikasi atas pemahaman suatu doktrin atau ajaran kekerasan sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita, terutama dialami oleh kelompok-kelompok garis keras/radikal dengan latar belakang sentimen teologis atau politis yang membuat perbedaan ekstrim dengan kelompok lain tidak bisa diterima dan harus dilawan/diperangi
Terorisme adalah dampak dari paham yang dipaksakan secara radikal kepada pihak lain. Penangkapan teroris oleh aparat anti teror tidak akan mengurangi narasi radikalisme yang beredar di masyarakat. Peristiwa-peristiwa akibat aksi terorisme justru akan membuat masyarakat mencari informasi yang mengarah kepada narasi radikal tersebut.
Jika paham radikal sudah menyebar dan dianut oleh seseorang atau kelompok maka peluang untuk melakukan aksi teror sangat mungkin terjadi.
Mengenali Radikalisasi di Korporasi
Radikalisasi pada korporasi bisa dikenali, terutama radikal dari kelompok kanan. Biasanya indikasi yang muncul dari kelompok radikal kanan adalah kebencian kepada pemerintah, menolak mengikuti acara-acara yang bersifat menumbuhkan semangat nasionalisme seperti upacara bendera, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan melakukan penghormatan kepada bendera Merah Putih.
Indikasi lain yang bisa dikenali adalah adanya kelompok-kelompok yang terbentuk dari kegiatan ideologis atau politik tertentu. Kelompok tersebut mempunyai ikatan emosional lebih kuat daripada ikatan emosional keluarga. Bahkan dalam kontek kelompok radikal dalam korporasi, perkataan pemimpin kelompok lebih dituruti daripada perkataan atasan kerja.
Kelompok radikal dalam korporasi biasanya akan melakukan pertemuan-pertemuan tertutup, di tempat tertentu. Pertemuan dilakukan tertutup dengan maksud ingin menunjukkan ekslusivitasnya sekaligus karena kegiatan mereka tidak ingin diketahui oleh orang yang bukan anggota kelompok. Dalam kelompok ini biasanya ada iuran-iuran tertentu dengan tujuan untuk misi kelompok, bahkan beberapa kelompok ada yang menarik iuran dengan dalih untuk menebus dosa (radikal kanan) atau sebagai solidaritas/rasa sosial (radikal kiri).
Dan ciri yang paling penting dalam mengetahui adanya kelompok radikal dalam korporasi adalah jika mulai ada orang atau kelompok yang mulai mengkafirkan orang lain, menghalalkan kekerasan, dan menebarkan kebencian bagi orang diluar kelompoknya.
Jika indikasi-indikasi tersebut sudah mulai nampak dalam korporasi maka manajemen korporasi tidak perlu ragu untuk bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk melakukan program kontra radikalisme yang bisa menangkal penyebaran kelompok tersebut dan melakukan deradikalisasi untuk mengembalikan kelompok radikal menjadi kelompok yang normal. Korporasi perlu menajamkan mata dan telinganya untuk melihat dan mendengar adanya indikasi-indikasi di atas yang terjadi di lingkungan kerjanya. Bahaya radikalisasi sudah semakin marak dan bisa terjadi di mana saja.
Mencegah Radikalisasi
Radikalisasi bisa dicegah supaya tidak masuk ke dalam lingkungan korporasi. Salah satu langkah paling awal adalah dengan melakukan backgorund check bagi karyawannya. Instrument psikotes sebaiknya dilakukan untuk melihat apakah calon karyawan mempunyai indikasi kepribadian yang radikal. Secara umum langkah radikalisasi kanan dan kiri bisa dicegah oleh perusahaan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat memupuk rasa nasionalisme. Dalam bentuk internal bisa dilakukan dengan olahraga dan kompetisi yang sehat.
Korporasi diharapkan lebih strategis dalam menempatkan karyawan agar tidak terjadi pengelompokkan aliran atau ideologi dalam suatu unit kerja. Hal ini akan menjadi tempat ideal menyuburkan faham radikal. Perusahaan harus melakukan komunikasi yang baik dan menjunjung pluralisme terhadap karyawannya. Dan yang paling penting adalah perusahaan mempunyai kultur yang dianut oleh karyawannya untuk menjunjung nilai-nilai damai yang positif terutama untuk mendukung eksistensi bangsa Indonesia.
Penutup
Bahaya radikalisme sudah mulai mengkhawatirkan. Pengaruh ISIS di Suriah dan propagandanya yang dengan mudah disebarkan melalui media online maupun secara viral orang per orang mulai membawa dampak negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang memerluka kedamaian. Orang yang berada dalam institusi Polri dan organisasi sekelas BP Batam sudah bisa dipengaruhi, (walaupun tidak bisa digeneralisasi karena masih 1 orang dan terlepas dari kualitas serta latar belakang individunya), apalagi orang dalam korporasi swasta.
Ancaman radikalisasi dalam korporasi sudah di depan mata, bahkan sudah terjadi di salah satu perusahaan di Indonesia. Persoalan bahaya radikalisasi tergantung dari korporasinya, mau membiarkan, mau menyuburkan, atau mencegah. ***
*Stanislaus Riyanta (analis intelijen dan terorisme, alumnus S2 Kajian Stratejik Intelijen – Universitas Indonesia)