Mendefinisikan Terorisme Sebagai Istilah dan Sebagai Aksi
Terorisme saat ini telah menjadi ancaman luar biasa yang mampu mengancam dan bahkan menyerang suatu negara, wilayah, kelompok masyarakat, dan atau pribadi. Terorisme bukan merupakan kejahatan biasa namun merupakan kejahatan luar biasa, bahkan tergolong sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan serta kejahatan transnasional. Hingga saat ini pembatasan dan pengertian terorisme belum disepakati secara universal, karena disamping banyaknya elemen terkait, juga karena banyak pihak mempunyai kepentingan menterjemahkan terminologi terorisme dari sudut pandang dan kepentingannya, termasuk setiap negara atau lembaga merumuskan definisinya sendiri-sendiri (Djari, 2013:10).
Salah satu persoalan pokok dalam mendefinisikan terorisme terletak pada sifat subjektif teror itu sendiri. Penyebabnya karena manusia mempunyai latar kekuatan yang berbeda, pengalaman-pengalaman pribadi dan latar belakang budaya yang berbeda akhirnya membuat gambaran yang berbeda antara satu dengan lainnya (Djari, 2013:10).
Pengertian terorisme menurut Ronczkowski (2006:20) bergantung pada posisi, misi, dan periode waktu yang kita lihat untuk mengartikan terorisme. Ronczkowski mengutip definisi terorisme dari Jonathan R. White yang memberikan enam definisi “resmi” dari terorisme yang tiga diantaranya berasal dari FBI, Departemen Luar Negeri, dan Departemen Pertahanan Amerika Serikat.
Menurut FBI terorisme adalah penggunaan kekuatan dan kekerasan yang melanggar hukum terhadap seseorang atau properti untuk mengintimidasi atau memaksa Pemerintah, penduduk sipil, atau segmen apapun di dalamnya, sebagai kelanjutan dari tujuan politik atau sosial. Menurut Departemen Luar Negeri AS terorisme adalah suatu kegiatan, yang diarahkan terhadap individu yang melibatkan tindakan kekerasan atau tindakan berbahaya bagi kehidupan manusia yang akan menjadi pelanggaran pidana jika dilakukan dalam yurisdiksi AS; dan dimaksudkan untuk mengintimidasi atau memaksa penduduk sipil; untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dengan intimidasi atau pemaksaan; atau untuk mempengaruhi perilaku pemerintah dengan pembunuhan atau penculikan. Sedangkan menurut Departemen Pertahanan AS terorisme adalah penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan yang telah diperhitungkan untuk menanamkan rasa takut; dimaksudkan untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dalam mengejar tujuannya yang pada umumnya ialah politik, agama, atau ideologi. Namun setiap lembaga penegakan hukum dan analis menggunakan definisi berdasarkan pada US Code 22 USC Sec 2656f(d) yang terbuka dan dapat digunakan oleh semua pihak saat berhadapan dengan teroris dan kegiatan terorisme, yaitu:
Istilah terorisme berarti telah direncanakan terlebih dahulu, suatu kekerasan bermotif politik yang dilakukan terhadap target yang tak sedang bertempur oleh kelompok subnasional atau agen klandestin, yang biasanya ditujukan untuk mempengaruhi masyarakat. Istilah terorisme internasional berarti terorisme yang melibatkan warga atau wilayah yang ada pada lebih dari satu negara.
Namun untuk mendefinisikan terorisme rasanya tidak cukup jika hanya menggunakan definisi dari satu negara saja, terutama Amerika Serikat. Karena terorisme saat ini telah menjadi musuh bersama dari seluruh aktor internasional, terutama aktor negara. Menurut Konvensi PBB pada tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindakan kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas (Djari, 2013:11). Menurut PBB terorisme adalah sebuah metode yang menimbulkan keresahan dengan menggunakan tindakan kekerasan yang berulang-ulang, dilaksanakan secara semi klandestin oleh individu, kelompok maupun negara, dengan tujuan kriminal atau politik yang unik, dimana berlawanan dengan pembunuhan – sasaran langsung tindakan kekerasan bukanlah sasaran utama.
Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa mendefinisikan terorisme seperti yang tercantum dalam Art. 1 of the Framework Decision on Combating Terorrism (2002) bahwa terorisme adalah tindak kriminal tertentu sebagaimana terdapat dalam suatu daftar yang memuat sebagian besar dari kejahatan-kejahatan terhadap manusia dan harta benda yang; “memberikan keadaan atau suasana kerusakan nyata (serius) terhadap suatu negara atau suatu organisasi internasional untuk mencapai: ketakutan nyata (serius) di kalangan penduduk; atau menarik secara paksa perhatian dari sebuah pemerintahan atau organisasi internasional agar melakukan sesuatu langkah atau agar tidak melakukan langkah apa-apa; atau menimbulkan destabilisasi yang nyata atau merusak basis politik, konstitusi, ekonomi atau struktur-struktur sosial dari suatu negara atau suatu organisasi internasional.
Inggris sendiri memberikan definisi mengenai terorisme dalam Terorrism Act 2000, yaitu terorisme sebagai penggunaan ancaman yang dirancang untuk mempengaruhi pemerintah atau menakut-nakuti masyarakat umum atau kelompok masyarakat.. dan penggunaan ancaman dilakukan untuk kepentingan pengembangan sesuatu kepentingan yang bersifat politik, agama, atau ideologi.. yang melibatkan kekerasan secara nyata terhadap manusia, melibatkan perbuatan yang nyata merusak harta benda, membahayakan kehidupan manusia selain dirinya sendiri.. menimbulkan suatu akibat nyata terhadap kesehatan atau keamanan masyarakat umum atau golongan masyarakat atau dirancang secara nyata untuk mengganggu secara nyata sehingga merusak suatu sistem elektronika (Hendropriyono, 2009:30)
Terorisme menurut Hendropriyono (2009:28) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan sekelompok orang (ekstrimis, suku bangsa) sebagai jalan terakhir untuk memperoleh keadilan, yang tidak dapat dicapai mereka melalui saluran resmi atau jalur hukum.
Definisi-definisi diatas ialah suatu cara untuk dapat memberikan pengertian yang jelas dan sepadan untuk dapat mengartikan apa itu terorisme atau suatu cara untuk merumuskan suatu pernyataan mengenai kegiatan yang dimaksud sebagai terorisme. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa sangat sulit untuk mengartikan apa itu terorisme dan telah terjadi perdebatan yang panjang dan bermunculan definisi yang berbeda-beda dari berbagai pihak mengenai terorisme. Namun seperti yang disebutkan oleh Ronczkowski (2006) bahwa arti dari terorisme bergantung pada posisi, misi, dan periode waktu yang kita lihat untuk mengartikannya.
Menurut Bruce Hoffman (2006) ada perubahan makna dari terorisme. Menurutnya kata terorisme pertama kali dikenal selama Revolusi Perancis. Pada masa tersebut kata terorisme dengan jelas bermakna atau memiliki konotasi positif. Namun saat ini terjadi pergantian makna atau konotasi dari terorisme yang lebih bermakna negatif.
Hoffman menyebutkan bahwa sistem atau régime de la terreur pada 1793-1794 diadopsi sebagai sarana untuk membangun ketertiban selama periode anarkis sementara dari kekacauan dan pergolakan yang mengikuti pemberontakan pada tahun 1789.
Oleh karena itu tidak seperti terorisme seperti yang biasa dipahami saat ini, yang berarti kegiatan revolusioner atau anti pemerintahan yang dilakukan oleh entitas non negara atau daerah, régime de la terreur adalah instrumen pemerintahan yang dikerahkan oleh negara revolusioner yang baru didirikan. Hal ini dirancang untuk mengkonsolidasikan kekuasaan pemerintah baru dengan mengintimidasi kaum kontrarevolusioner, para subversif, dan semua pembangkang lain yang dianggap sebagai “musuh rakyat” oleh rezim yang baru.
Akan tetapi jika dilihat lebih jauh apa yang disebut sebagai terorisme oleh Hoffman pada dasarnya telah terjadi jauh sebelum régime de la terreur. Sejak tahun 1790an, terorisme sudah digunakan oleh secret societies di Italia (Law, 2009). Bahkan jauh sebelum tahun 1790 terorisme sudah ada dan diterapkan. Apa yang dinyatakan lebih Hoffman lebih tepatnya bisa dikatakan sebagai penemuan konsep atau definisi dalam sebuah kata untuk menjelaskan aksi atau kegiatan penggunan teror seperti penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan, intimidasi, dan pemaksaan yang selama ini telah diterapkan terhadap suatu pihak baik yang berkuasa, maupun masyarakat biasa.
Dalam Law (2009) terorisme sudah jauh dari tahun 1790an, bahkan Law (2009) mengatakan bahwa terorisme sama tuanya dengan peradaban manusia. Law menyebutkan bahwa terorisme sudah ada sejak tahun 647 SM saat Assurnasirpal II, Kaisar Asyur/Asiria, meneror kota Susa, Persia.
Bangsa Asyur mungkin adalah orang-orang yang paling ganas dan paling kejam pada masa kuno. Kerajaan mereka pada abad kesembilan hingga abad ketujuh SM adalah yang terbesar pada zamannya dan merupakan masyarakat yang sangat militeristik yang pernah ada. Dihadapkan dengan kelangkaan sumber daya, Asyur menaklukkannya dengan aset material dan populasi yang besar dan kemudian memerintah kerajaan yang sangat luas dan beragam melalui teror yang sistematis. Militer Asyur diorganisir untuk menakuti musuh-musuhnya, dengan menggunakan formasi besar yang ditempati oleh kereta dan pasukan kavaleri (Law, 2009:11). Raja Asyur mempekerjakan pengawal pribadinya untuk mengawasi birokrasi; agen pemerintah yang tidak loyal ditarik kembali dan dieksekusi; dan ketika musuh Asyur dan pemimpin mereka menentang atau memberontak, mereka akan disiksa dan dibunuh secara keji.
Untuk pertama kalinyadalam sejarah, tindakan inidipublikasikandalam rangkauntuk memperingatkanmusuh potensial; sehingga pada kenyataannya Asyursering disebut-sebutsebagaipraktisiawalperang psikologis. KaisarAssurnasirpalIImenyombongkantentangbagaimana para pemimpindanbanyakwargakotaSusa yang memberontakdikuliti hidup-hidup, ditusuk, dibakar, dimutilasi, dibutakan, dandipenggal.
Apa yang dilakukan oleh Asyur bisa menjadi contoh bahwa negara melalukan aksi terorisme terhadap para musuh yang mmberontak bahkan pada birokrasinya yang tidak setia atau berkhianat, yang telah terjadi sejak jauh sebelum Masehi. Jadi sebelum penemuan kata dan makna terorisme pada 1790an, tindakan ini sudah lama diterapkan oleh negara (Law, 2009: 12).
Pada 168 SM Syria merebut Israel dari dinasti Ptolemy dan dengan cepat menerapkan penyembahan dewa-dewa Yunani dan pagan lainnya. Pada tahun berikutnya, Imam Yahudi Mattathias dan anak-anaknya, termasuk Judas orang Maccabee, “melampiaskan kemarahan yang benar” dan memukul baik prajurit Syria yang akan memaksa mereka untuk menyembah berhala dan sesama Yahudi yang melangkah maju untuk mengiyakan perintah prajurit tersebut. Ini mungkin merupakan contoh pertama terorisme revolusioner yang didokumentasikan, yaitu, suatu tindakan kekerasan yang tidak dimaksudkan untuk menghancurkan musuh, melainkan untuk menginspirasi orang lain untuk bangkit. Setelah Mattathias membunuh prajurit Syria yang memaksanya itu ia meneriakkan “biarkan semua orang yang giat membela hukum dan mendukung perjanjian keluar bersama saya!”, dengan demikian hal ini memulai apa yang kemudian dikenal sebagai pemberontakan Maccabee, yaitu pemberontakan yang memuncak beberapa tahun kemudian dalam pembentukan dinasti Hasmonean Yahudi. Setelah beberapa serangan perang saudara keluarga, salah satu raja mengimbau ke Roma untuk membantu dalam 64 SM, suatu tindakan yang ternyata Israel menjadi negara klien dan Hasmonean menjadi boneka, yang kemudian membawa Israel pada Jewish War dan ditaklukkannya Yerusalem oleh Romawi, dan diikuti dengan akhir dramatis datang dalam pengepungan dan bunuh diri hampir seribu orang Yahudi di benteng gunung Masada pada 73 Masehi (Law, 2009: 26-27).
Kejadian ini menghantar pada terbentuknya organisasi teroris yang paling terkenal dan kontroversial di dunia kuno, yakni Sicarii. Sicarii mulai beroperasi pada tahun 50an Masehi. Sebagai pengikut terbaru dari doktrin “tiada Tuhan diatas Allah”, tujuan mereka adalah pembebasan Yudea dan rakyatnya dari tangan Romawi. Mereka yakin bahwa Allah ada di pihak mereka, sebuah keyakinan hampir apokaliptik pada setiap intensitasnya. Mereka menggunakan belati khas mirip dengan sicae Romawi (belati khas romawi) yang memeberikan mereka nama Sicarii. Sicarii membentuh kaum Yahudi terkemuka yang bekerjasama dengan Romawi. Mereka juga menculik dan meminta tebusan kaum Saduki terkemuka dalam rangka mendapatkan uang, dan menambah pelepasan mereka rekan yang tertangkap, dan lebih jauh lagi untuk menyebarkan rasa takut akan kekacauan and instabilitas. Di pedesaan, Sicarii menyerang para bangsawan Yahudi yang berpihak pada Romawi dan menjarah harta benda mereka. Dalam hal apapun, aksi terorisme Sicarii memberikan kontribusi signifikan terhadap pecahnya pemberontakan di Yerusalem melawan Romawi dan sekutu mereka pada 66 Masehi (Law, 2009:27-28). Sicarii, terutama pimpinan mereka Yosefus adalah seorang pahlawan Yahudi, mereka adalah one person’s terrorist is another person freedom fighter. Sicarii menjadi contoh jauh sebelum revolusi Perancis atau pun kelompok-kelompok teroris saat ini seperti Hamas yang di sebut sebagai teroris namun merupakan pejuang bagi kebebasan bangsanya.
Pada dasarnya terorisme telah ada jauh sebelum ditemukannya istilah untuk mendefiniskan kegiatan terorisme tersebut. Karena sebuah istilah tidak akan dapat digunakan jika makna dari istilah tersebut tidak pernah terjadi. Karena seperi yang dikatakan oleh Law (2009) bahwa terorisme memiliki usia yang sama tuanya sepertu peradaban manusia.
Referensi:
Djari, Marthen Luther, 2013, Terorisme dan TNI, Jakarta: CMB Press
Hendropriyono, A.M., 2009, Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam, Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Hoffman, Bruce. (2006) Inside Terrorism Revised and Expanded Edition. New York: Columbia University Press
Law, Randall D., 2009, Terrorism A History, Cambridge & Malden: Polity Press
Paparan Kelompok Kerja III OMSP pada 31 Maret 2009
Ronczkowski, Michael R. (2006) Terrorism and Organized Hate Crime: Intelligence Gathering, Analysis and Investigations, Second Edition. Florida: CRC Press.