Mengapa Melakukan Teror?
Sebuah ledakan terjadi di toilet kantin Mall Alam Sutera Serpong, Kota Tangerang pada Rabu 28 Oktober 2015 pukul 12.05 WIB. Bom meledak ketika karyawan sedang makan siang. Aksi Teror tersebut mengakibatkan korban seorang karyawan yang sedang berada di toilet terluka di bagian kaki.
Polda Metro Jaya dan Densus 88/AT Mabes Polri bergerak cepat. Dari rangkaian investigasi berujung pada tertangkapnya pelaku bernama Leopard Wisnu Kumara, karyawan swasta di bidang IT. Pelaku bergerak sendiri tanpa ada afiliasi dengan orang atau kelompok manapun. Pelaku diketahui sebelumnya beberapa kali melakukan teror yang sama dengan motiv untuk memeras pihak Mall Alam Sutera.
Teror bom di Mall Alam Sutra yang dilakukan oleh perorangan, dengan motif ekonomi (pemerasan) tanpa afiliasi dengan kelompok atau orang lain menjadi ancaman yang serius karena bisa dilakukan oleh orang dan waktu yang sulit diprediksi.
Latar Belakang Teror
Teror biasanya dilakukan oleh orang atau kelompok sebagai kompensasi mereka yang kecil/sedikit dengan cara kekerasan untuk memberikan rasa takut kepada kelompok yang lebih besar. Latar belakang dan alasan orang atau kelompok melakukan teror berujung pada pilihan paling efektif untuk memaksakan dan mencapai tujuan. .
Pilihan atas aksi teror dibanding oleh aksi atau cara lain untuk mewujudkan cita-cita orang atau kelompok disebabkan oleh beberapa hal, pertama teror adalah cara paling efektif untuk menunjukkan eksistensi kelompok minoritas atau marginal. Kedua teror cermin dan implikasi atas kepribadian pemimpin kelompok yang tidak sehat dan menjadi kultur kelompok secara umum.
Selanjutnya adalah aksi-aksi non teror seperti diplomasi tidak berhasil dilakukan atau sudah sering dilakukan dan tidak berhasil. Selain itu teror dilakukan sebagai implikasi atas pemahaman suatu doktrin atau ajaran kekerasan sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita, terutama dialami oleh kelompok-kelompok garis keras/radikal dengan latar belakang sentimen teologis atau politis yang membuat perbedaan ekstrim dengan kelompok lain tidak bisa diterima dan harus dilawan/diperangi.
Dalam kasus bom di Mall Alam Sutera ini unik karena teror dilakukan oleh pelaku dengan motif ekonomi, yaitu pemerasan kepada pihak Mall. Teror dilakukan sebagai ancaman agar keinginan ekonomi pelaku dituruti.
Internet Sebagai Katalisator
Sering kali informasi dari internet dan media dimanfaatkan oleh teroris untuk mensukseskan aksinya. Informasi yang disajikan media massa menjadi pengetahuan dan bahan penyusun strategi teroris. Bahkan secara langsung di media internet disajikan teknik-tenik melakukan teror. Hal ini membuat orang belajar dengan mudah dan cepat untuk menjadi teroris.
Fungki Isnanto, pelaku teror bom di Lumajang pada 1 Juni 2013 bahkan mengaku mempelajari cara membuat bom dan merencanakan pengembomannya melalui internet. Teknik-teknik teror seperti cara merakit dan melakukan pengemboman dapat diperolehnya dengan mudah di internet.
Korban Terorisme
Aksi terorisme yang menggunakan ciri khas kekerasan tentu saja menimbulkan korban. Korban terorisme dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu korban langsung yaitu orang yang menjadi korban aksi teror secara langsung di tempat kejadian, biasanya meninggal dunia, cacat, atau luka secara fisik, dan trauma secara psikis.
Jenis kedua adalah korban sekunder, misalnya keluarga korban langsung yang terkena dampak. Korban langsung yang menjadi tulang punggung keluarga, jika meninggal atau cacat tentu akan berdampak kepada keluarganya. Secara psikis akan kehilangan atau akan menghadapi orang yang dicintainya menjadi tidak produktif atau mengalami trauma sehingga harus perlu usaha yang luar biasa bagi keluarga untuk dapat bertahan hidup.
Korban ketiga adalah korban tidak langsung, yaitu orang yang tidak mengalami atau bukan keluarga korban langsung tetapi terkena dampak dari aksi terorisme tersebut. Misal gara-gara aksi terorisme maka tempat mencari nafkahnya menjadi sepi atau misal walaupun tidak ada hubungannya dengan aksi atau kelompok teror tetapi ketika melakukan kunjungan ke luar negeri menjadi sulit.
Keluarga pelaku aksi teror juga merupakan korban tidak langsung. Sorotan media dan publik membuat mereka menjadi terintimidasi dan terkucilkan. Selain itu muncul kebencian dari masyarakat terhadap keluarga teroris walaupun belum tentu bahwa keluarga pelaku aski teror megetahui, menyetujui atau bahkan akan berbuat yang sama dengan pelaku aksi teror.
Publik terutama anak-anak juga menjadi korban secara tidak langsung dari aksi teror karena terpaksa mengkonsumsi informasi dari media yang berlebihan tentang aksi terorisme. Tayangan yang sering kali berulang dan bahkan cenderung vulgar untuk mengejar rating, cenderung tidak memperdulikan ekses dari para pemirsanya yang masih belum dewasa.
Tayangan yang penuh korban kekerasan tersebut akan mudah terpatri dalam benak anak dan akan berdampak tidak baik jika secara mental belum siap mencerna informasi secara benar.
Siapa Untung? Siapa Rugi?
Teror secara umum tidak menguntungkan, selain itu hampir tidak ada perorangan atau kelompok yang berhasil meraih tujuannya secara permanen karena menggunakan alat teror. Bahkan negara yang melakukan teror juga kana menanggung kerugian karena tekanan international, kecuali negara adidaya yang mampu mengendalikan jaringan internasional dengan sangat kuat.
Aksi teror tentu saja lebih banyak merugikan. Selain merugikan karena menimbulkan korban langsung, korban sekunder dan korban tidak langsung, teror juga membawa dampak yang merugikan di bidang ekonomi (investor akan menahan diri), pariwisata (travel warning), dan hubungan international.
Di Indonesia teror yang dilakukan oleh perorangan dan kelompok hampir tidak ada keuntungan dalam konteks berhasil dalam mencapai tujuan organisasinya. Teror yang dilakukan sejak tahun 1981,Woyla hingga teror-teror terakhir seperti kasus bom di Mall Alam Sutera Serpong, hampir semua dapat ditanggulangi oleh negara, kecuali kasus seperti teroris Santoso di Poso yang sedang dilakukan pengejaran.
Keuntungan kecil pelaku aksi teror bagi perorangan dan kelompok secara umum, jika terjadi adalah eksistensinya bisa terdongkrak karena menjadi perhatian publik dan media dan pesan-pesan politiknya tersampaikan secara mudah mengingat terbantu dengan pemberitaan media.
Aksi teror yang dipilih oleh pihak tertentu untuk mewujudkan cita-cita atau meraih tujuannya akan merugikan banyak pihak dan tidak membawa keuntungan apapun bagi pelaku dalam jangka panjang. Negara harus melakukan rencana untuk pencegahan, persiapan, tanggap darurat dan pemulihan atas aksi terorisme. Dengan rencana ini maka kerugian dapat ditekan, dan tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh pelaku sehingga pilihan atas aksi teror tidak dilakukan lagi oleh pihak-pihak yang ingin memaksakan kehendaknya.
Teror tidak menguntungkan, tapi merugikan. Kerugian akan ditanggung orang tidak berdosa, bahkan kerugian akan ditanggung oleh teroris itu sendiri beserta keluarganya. Jadi apakah teror masih akan menjadi pilihan? **
*artikel ini dimuat di Kalteng Pos, 31 Oktober 2015.