Aksi 4 November 2016, Apakah Intelijen Gagal?

Aksi 4 November 2016, Apakah Intelijen Gagal?

Secara mengejutkan Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa informasi yang diterima dari intelijen terkait jumlah peserta aksi unjuk rasa 4 November 2016 melebihi yang diperkirakan. Presiden Joko Widodo memperoleh informasi bahwa jumlah peserta aksi unjuk rasa adalah 18.000 orang dan berkembang maksimal 30.000 orang, namun kenyataannya berbeda. Hal ini diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo kepada jajaran Polri di Aula PTIK Kebayoran Baru, Selasa (8/11/2016).

Pernyataan yang disampaikan Joko Widodo di atas tentu menjadi bahan evaluasi bagi lembaga intelijen. Informasi yang diterima oleh Joko Widodo terkait perkiraan jumlah peserta aksi unjuk rasa 4 November 2016 yang kurang tepat akan berdampak pada penanganan aksi tersebut. Jika peserta aksi lebih sedikit dari perkiraan maka kemungkinan yang terjadi adalah jumlah aparat pengamanan yang berlebihan, dampak negatifnya adalah beban biaya yang berlebihan, walaupun tentu tidak masalah jika biaya dikeluarkan untuk sebuah rasa aman. Namun jika peserta aksi jauh lebih banyak dari perkiraan maka risiko besar bisa terjadi. Jumlah aparat pengamanan akan disesuaikan dengan perkiraan jumlah peserta aksi unjuk rasa. Jika perkiraan melesat, jauh lebih besar maka usaha lebih keras akan dilakukan oleh aparat keamanan untuk menjaga supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Secara umum, diluar jumlah peserta yang jauh lebih banyak dari perkiraan yang disampaikan, aksi unjuk rasa berlangsung dengan kondusif. Aparat keamanan Polri dan TNI mendampingi peserta unjuk rasa dengan profesional dan humanis. Tidak terlihat aparat keamanan membawa senjata api. Pola pengamanan ini tentu saja berbeda dengan pengamana unjuk rasa sebelumnya. Sebagian besar peserta terutama yang berasal dari luar kota sudah meninggalkan lokasi kira-kira pukul 17.30-18.00 WIB. Peserta unjuk rasa yang masih berada di lokasi pada malam hari mulai terlibat gesekan dengan aparat keamanan. Beberapa orang menjadi korban akibat gas air mata dan kontak fisik antara pengunjuk rasa dengan petugas.

Polisi mencurigai ada provokator yang membuat panas situasi. Polisi bergerak dengan cepat. Terlepas dari situasi yang panas pada malam hari, penanganan unjuk rasa yang dilakukan oleh Polri dan TNI patut mendapat apresiasi. Jumlah peserta unjuk rasa yang sangat banyak dibandingkan dengan jumlah aparat yang ada serta situasi yang berhasil diciptakan menunjukkan bahwa unjuk rasa ini berlangsung dengan kondusif.

Sebagai suatu kegiatan tentu saja intelijen tidak selamanya berlangsung sukses. Namun intelijen harus mampu mengantisipasi potensi kegagalan yang akan terjadi. Skenario antisipasi kegagalan harus disiapkan dengan cermat. Kegagalan intelijen dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kegagalan pada manusianya, kegagalan pada organisasinya,  dan kegagalan pada informasi intelijen itu sendiri. Dalam kasus aksi unjuk rasa 4 Novembet 2016 ini, jika dikaitkan dengan pernyataan Joko Widodo soal perkiraan jumlah peserta unjuk rasa yang melebihi perkiraan, maka dapat diasumsikan terjadi kegagalan intelijen pada informasi intelijen itu sendiri.

Jika dievaluasi lebih lanjut maka akan muncul pertanyaan mengapa intelijen gagal memperkirakan jumlah peserta unjuk rasa? Untuk menjawab pertanyaan  maka perlu dipahami tahapan kegiatan intelijen. Kegiatan intelijen dilakukan melalui proses roda perputaran intelijen (intelligence cycle). Kegagalan intelijen bisa disebakan adanya kesalahan pada tahapan intelligence cycle.

Salah satu model intelligence cycle membagi kegiatan intelijen dalam 5 (lima) tahapan.  Tahap pertama planning and direction, indentifikasi data-data yang diperlukan dalam kegiatan intelijen yang biasanya didasari atas permintaan dari pengambil keputusan. Tahap ini biasanya didahului oleh permintaan oleh user/pengambil keputusan tentang konteks informasi yang diinginkan. Tahap kedua adalah collection, atau pengumpulan data. Ketiga adalah processing, yaitu proses interpretasi dan pemilahan data. Keempat adalah tahap analysis and production, yaitu evaluasi dan analisis data yang tersedia menjadi informasi intelijen yang tepat dan akurat. tahap terakhir adalah dissemination, distribusi produk intelijen kepada user/pengambil kebijakan.

Apakah dimungkinkan intelijen sudah menjalankan tahapan intelligence cycle namun tetap mengalami kegagalan? Jika diperjelas dalam konteks aksi unjuk rasa 4 November 2016, apakah dimungkinkan intelijen mengalami kegagalan memperkirakan jumlah peserta unjuk rasa walaupun tahapan intelligence cycle sudah dijalankan dengan benar? Kegiatan intelijen seperti ini akan menghadapkan intelijen pada pihak oposisi. Jika pihak oposisi mengetahui adanya operasi intelijen untuk menghitung kekuatannya maka dimungkinkan pihak oposisi melakukan aksi kontraintelijen. Salah satunya adalah dengan melakukan pengelabuhan. Dengan upaya pengelabuhan ini maka pihak intelijen akan memberikan informasi yang tidak akurat sehingga keputusan yang diambil oleh user menjadi tidak efektif, terutama keputusan untuk melakukan langkah antisipasi.

Penulis menduga bahwa ketidakakuratan informasi intelijen tentang jumlah peserta unjuk rasa 4 November 2016 tidak terjadi semata-mata karena kegagalan intelijen. Intelijen sudah bekerja sesuai dengan kaidah yang berlaku. Informasi yang disampaikan kepada user tentu selalu diperbarui sesuai perkembangan situasi. Ketidakakuratan terjadi karena dinamika lapangan yang terjadi begitu cepat. Isu tentang penistaan agama menjadi daya tarik yang luar biasa bagi banyak orang untuk bergabung dengan aksi unjuk rasa ini. Daya tarik yang sangat kuat ini mendorong orang untuk bergabung pada menit-menit terakhir, yang tentu saja akan sulit diprediksi jumlahnya. Tentu saja antisipasi sudah dilakukan oleh pihak intelijen untuk mengurangi kekuatan peserta unjuk rasa. Berbagai cara telah dilakukan, namun sekali lagi bahwa isu tentang penistaan agama ini daya tariknya sangat kuat. Sehingga minat untuk bergabung sulit dibendung.

Dari uraian di atas dapat disebutkan beberapa hal, dilihat dari informasi yang disampaikan kepada user oleh intelijen, berkaitan dengan perkiraan jumlah peserta unjuk rasa, intelijen boleh dikatakan gagal. Namun jika dilihat dari tahapan pada intelligence cycle diperkirakan intelijen sudah menjalankan dengan benar. Kegagalan terjadi kerena faktor lain yang sulit dibendung.

Intelijen tentu saja tidak bertugas hanya mengetahui jumlah kekuatan unjuk rasa. Intelijen juga mencari informasi terkait potensi ancaman yang terjadi pada aksi tersebut seperti adanya penyusupan oleh teroris atau pihak lain yang ingin mengacaukan situasi. Namun apapun yang terjadi evaluasi akan tetap dilakukan. Salah satu evaluasi yang harus dilakukan adalah intelijen harus mempunyai skenario untuk mengantispisai jika terjadi kegagalan seperti ini.

Apakah intelijen gagal? Bisa ya bisa tidak, yang jelas perbaikan pasti akan dilakukan. Keberhasilan adalah suatu yang harus dilakukan oleh intelijen, namun kegagalan tentu saja menjadi sesuatu yang tidak boleh dilakukan.  Hal ini sesuai dengan motto kerja intelijen, berhasil tidak dipuji, gagal dicaci maki.

stanislaus-riyanta-foto*) Stanislaus Riyanta, alumnus FMIPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Program Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, tinggal di Jakarta.

 

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent